BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pada masa
sekarang ini pendidikan memiliki peranan yang sangat penting untuk menunjang
kehidupan manusia, karena pada dasarnya manusia dalam melaksanakan
kehidupannya tidak lepas dari pendidikan. Sebab pendidikan berfungsi untuk
meningkatkan kualitas manusia itu sendiri. Namun realitanya, masih banyak
masyarakat yang tidak mengetahui betapa pentingnya pendidikan.
Tuntutan
pendidikan dalam kehidupan manusia sangat komplek, hal ini terbukti dengan
banyaknya orang yang tidak berpendidikan status sosialnya kurang diperhatikan
atau terkesampingkan. Misal dalam dunia kerja, banyak perusahaan yang menerima
para pekerjanya mula-mula ditanya pendidikan terakhir. Hal itu membuktikan
bahwa pendidikan pengaruhnya besar dalam kehidupan.
Dengan
diadakannya pendidikan, maka sedikitnya dapat memberikan wawasan dan
pengetahuan dengan mengembangkan potensi yang dimiliki setiap manusia sehingga
kehidupan masyarakat lebih baik.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa
dan bagaimana pengertian fungsi pendidikan sebagai lembaga konservatif?
2.
Bagaimana
paradigma pendidikan konsevatif?
3.
Bagaimana
tujuan pendidikan konservatif?
4.
Apakah
kelemahan dan kelebihan dari pemikiran pendidikan konservatif?
5.
Apa
saja fungsi-fungsi pendidikan konservatif ?
C.
Tujuan Penulisan
1. Memahami pengertian fungsi
pendidikan sebagai lembaga konservatif.
2. Memahami paradigm pendidikan
konservatif.
3. Memahami tujuan pendidikan
konsevatif.
4. Memahami kelemahan dan
kelebihan dari pemikiran pendidikan konservatif.
5. Mengetahui dan memahami
fungsi pendidikan Konservatif.
BAB II
PEMBAHSAN
FUNGSI-FUNGSI PENDIDIKAN
SEBAGAI LEMBAGA KONSERVATIF
A.
Pengetian Konservatif
Istilah
konservatif berasal dari kata dalam bahasa Latin conservare, yang dapat diartikan “melestarikan, menjaga,
memelihara, mengamalkan”. Karena berbagai budaya memiliki nilai-nilai yang
mapan dan berbeda-beda, maka kaum konservatif di berbagai kebudayaan mempunyai
tujuan yang berbeda-beda pula. Hal yang sama dikemukakan oleh Farida (2009)
yang menyatakan bahwa konservatif berasal dari bahasa latin com servare, yang artinya
"melindungi dari kerusakan/kerugian". Jadi orang yg dinamakan
"kolot/konservatif" adalah orang yang tidak mau melakukan perubahan
karena kuatir mempunyai dampak yang tidak baik terhadap dirinya maupun
lingkungan. Samuel Francis mendefinisikan konservatisme yang otentik sebagai
“bertahannya dan penguatan orang-orang tertentu dan ungkapan-ungkapan
kebudayaannya yang dilembagakan. Roger Scruton menyebutnya sebagai “pelestarian
ekologi sosial” dan “politik penundaan, yang tujuannya adalah mempertahankan,
selama mungkin, keberadaan sebagai kehidupan dan kesehatan dari suatu organisme
sosial. [1]
Dengan demikian konservatisme adalah sebuah filsafat politik yang mendukung
nilai-nilai tradisional yang harus dipertahankan.
Sebagian pihak
konservatif berusaha melestarikan status quo, sementara yang lainnya berusaha
kembali kepada nilai-nilai dari zaman yang lampau, the status quo ante. Menurut
Giroux dan Aronowitz (1985), konservatif dibangun berdasarkan keyakinan bahwa
bahwa masyarakat, dalam hal ini peserta didik, pada dasarnya tidak merencanakan perubahan atau
mempengaruhi perubahan sosial[2].
Dengan pandangan seperti itu, para pendidik yang menggunakan paradigma
konservatif menganggap peserta didik tidak memiliki kekuatan atau kekuasaan
untuk melakukan perubahan atas kondisi mereka.
B.
Paradigma Pendidikan
Konservatif
Pandangan pendidikan konservatif tentang hakikat manusia
menurut filsafat pandidikan konsevatif, mausia hanya menduduki posisi sebagai
objek pasif. Manusia dipandang sebagai objek dari kebijakan Tuhan sehingga dia
tidak memiliki daya upaya untuk merubah nasib hidupnya. Apa yang telah
dirasakan apa yang telah dijalani, dan apa yang menjadi miliknya maka itulah
yag terbaik bagi mereka, inilah karakter aliran filsafat perenialis itu.
Manusia konservatif tidak mampu membaca relasi-relasi sosial yang mempengaruhi
nasib hidupnya, baik secara langsung ataupun tidak langsung. Dia tidak bisa
membantah kondisi sosial atau nasibnya disebabkan keyakinan yang fatalistik.
Dalam diri manusia konservatif meyakini bahwa nasib, perbuatan baik maupun
buruk, adalah ketetapan (takdir) dari Tuhan.[3]
Oleh karena itu manusia konservatif dikategorikan pada
tipe berkesadaran magis. Paradigma koservatif dalam pandangan Islam mengenal
hakikat manusia sebagai objek statis tanpa kebebasan berekspresi, berkreasi dan
berdialektika dengan beragam persoalan hidupnya. Orientasi pendidikan
konservatif cenderung untuk melestarikan norma-norma kemapanan, hal inipun
senafas dengan aliran esnsialisme. Apliaksi nyata konsep manusia sebagai objek
statis bisa dilihat dalam praktek-praktek pembelajaran yang tertuang dalam
metode-metode seperti menghafal (muhafadzah), membaca (qiraah), dan menerjemah
(tarjamah), mendengar (istima’) dan sebagainya. Manusia diposisikan sebagai
objek statis dan wajib taat kepada guru. Dalam istilahnya kaum santri dikenal
semboyan smi’na waato’na. Ketika
kiayi atau ustadz mengajar atau memberikan intruksi murid-murid wajib
mendengarkan atau mentaatinya. Dalam pandangan filsafat konsevatif
potensi-potensi konflik (kontardiksi) dalam relitas sosial selalu di hindari.
Pendidikan konservatif selalu mengutamakan harmoni hubungan antar relasi-relsi,
sehingga hidup ini selalu dijalani dengan sabar dan tanpa neko-neko atau
bermacam-macam, pasrah dan tunduk pada norma-norma mapan[4].
Dengan demikian pendidikan bagi kaum konservatif
diibaratkan sebagai proses menerima, bersabar atau menanggung nasib dengan
penuh keyakinan bahwa mereka yakin akan mendapatkan kebahagiaan kelak di
akhirat. Paradigma pendidikan konservatif anti perubahan dan tidak mengarah
pada progresif. Tidak ada prinsip persaingan hidup, apalagi harus merubah nasib
sesuai dengan kehendaknya sendiri.
C.
Tujuan Konservatif
Bagi kaum
konservatif, tujuan atau asaran pendidikan adalah sebagai sarana pelestarian
dan penerusan pola-pola kemapanan sosial serta tradisi-tradisi. Berciri
"orientasi ke masa kini", para pendidik konservatif sangat menghargai
masa silam, namun terutama memusatkan perhatiannya pada kegunaan dan pola-pola
belajar mengajar didalam konteks sosial yang ada sekarang ini. Ia ingin
mempromosikan perkembangan masyarakat kontemporer yang seutuhnya dengan cara
memastikan terjadinya perubahan yang perlahan-lahan dan bersifat organis yang
sesuai dengan keperluan-keperluan legal intitusional suatu kemapanan. Selain
itu konservatisme juga bertujuan untuk mendorong pemapanan dan penghargaan bagi
lembaga-lembaga, tradisi-tradisi dan proses-proses budaya yang sudah teruji
oleh waktu, termasuk rasa hormat yang tinggi.[5]
Dengan demikian, kaum konservatif menganggap bahwa meneruskan informasi dan
keterampilan yang sesuai, supaya berhasil dalam tatanan soial yang ada, adalah
merupakan tujuan lembaga pendidikannya.
D.
Kelemahan dan Kelebihan Konsep Pendidikan Konservatisme
Berdasarkan faham konservatif kebenaran yang diajarkan di dalam pendidikan
adalah kebenaran yang condong dikatakan mutlak benar, bersifat wahyu, relatif
tanpa kritik. Pendidikan yang seperti ini banyak di pakai di abad pertengahan
oleh pihak agamawan, maupun sampai sekarang juga dipakai oleh pihak agamawan,
tanpa memberi kesempatan untuk siswa berpikir yang berbeda, atau meminimkan
perkembangan intelektual dari siswanya. Perbedaan bukan dianggap sebagai hal
yang biasa, melainkan sudah dianggap sebagai perselisihan yang kadang dianggap
sebagai sebuah perlawanan atau pemberontakan. Bisa kita pahami, mengapa ketika
Galileo berbeda dari pihak gereja tentang pusat tatasurya, maka yang ada adalah
anggapan pemberontakan yang berakhir di ujung kematiannya.
Konservatisme pada dasarnya adalah posisi yang mendukung
ketaatan terhadap lembaga-lembaga dan proses-proses budaya yang sudah teruji
oleh waktu (sudah cukup tua atau dan mapan), didampingi dengan rasa hormat
mendalam terhadap hukum dan tatanan, sebagai landasan perubahan sosial yang konstruktif".
Pendidikan yang konservatif beranggapan bahwa sasaran utama sekolah adalah
pelestarian dan penerusan pola sosial serta tradisi-tradisi yang sudah mapan.[6]
Penulis tidak mengatakan bahwa sistem konservatif ini jelek, harus dirubah atau mesti diganti, tapi marilah kita melihat kenyataan bahwa sistem yang menggunakan Pandangan ini mengandung beberapa kelemahan meski juga mengandung beberapa kelebihan.
Penulis tidak mengatakan bahwa sistem konservatif ini jelek, harus dirubah atau mesti diganti, tapi marilah kita melihat kenyataan bahwa sistem yang menggunakan Pandangan ini mengandung beberapa kelemahan meski juga mengandung beberapa kelebihan.
Kelemahannya adalah, bahwa dengan penerapan sistem
pedagogy ini, manusia (dalam hal ini adalah siswa) yang memiliki keunikan
sendiri, yang memiliki talenta sendiri, memiliki minat sendiri, memiliki
kelebihan sendiri, menjadi tidak berkembang, menjadi tidak bisa mengeksplor
dirinya sendiri, tidak mampu menyampaikan kebenarannya sendiri, sebab yang memiliki
kebenaran adalah masa lalu, adalah sesuatu yang sudah mapan dan sudah ada
sampai sekarang. Perbedaan bukanlah menjadi hal yang biasa, melainkan jika ada
yang berbeda itu akan dianggap sebagai sebuah perlawanan dan pemberontakan.
Tetapi Pedagogy memiliki kelebihan tersendiri, yakni di
dalam menjaga rantai keilmuan yang sudah diawali oleh orang-orang terdahulu,
maka rantai emas dan benang merah keilmuan bisa dilanjutkan oleh generasi
mendatang. Generasi mendatang tidak perlu mulai dari nol lagi, melainkan
tinggal melanjutkan apa yang sudah ditemukan, apa yang sudah dirintis, apa yang
sudah dimulai oleh generasi mendatang[7].
Jadi dapat dipahami bahwa konsep konservatif yang biasanya dipakai di dalam pendidikan
yakni bahwa pendidikan itu menempatkan murid/siswa sebagai obyek di dalam
pendidikan, mereka mesti menerima pendidikan yang sudah di set up oleh sistem
pendidikan, di set up oleh gurunya/pengajarnya apa-apa saja yang harus
dipelajari, materi-materi apa saja yang akan diterima, yang akan disampaikan, metode
panyampaiannya, dan lain-lain. Itu semua tergantung kepada pengajar dan
tergantung kepada sistem. Murid sebagai obyek dari pendidikan.
E.
Fungsi-fungsi konservatisme
Wuradji (1988)
menyatakan bahwa pendidikan sebagai lembaga konservatif mempunyai fungsi-fungsi
sebagai berikut. (1) Fungsi kontrol sosial (2) Fungsi pelestarian budaya
Masyarakat (3) Fungsi seleksi dan alokasi dan lain sebagainya. Tapi berdasarkan
satuan acara perkuliahan, dalam makalah ini kami hanya mencantumkan tiga fungsi
saja.
1.
Fungsi Kontrol Sosial
Proses Kontrol Sosial adalah Proses pengawasan/pengendalian
oleh pendidik terhadap tingkah laku anak didik berupa kontrol psikologis dan
nonfisik, ini merupakan tekanan mental terhadap individu sehingga individu akan
bersikap dan bertindak sesuai penilaian masyarakat.
Dalam arti yang sempit dengan kontrol sosial dimaksud
pengendalian eksternal atas kelakuan individu oleh orang lain yang memegang
otoritas atau kekuasaan.
Manfaat dengan adanya kontrol sosial yaitu:
Manfaat dengan adanya kontrol sosial yaitu:
a) Terjaminnya kelangsungan kehidupan
masyarakat.
b) Terjadinya keterpaduan di
dalam masyarakat.
c) Terjadinya proses pembentukan
kepribadian sesuai keinginan kelompok masyarakat tersebut.
Sedangkan cara-cara melakukan kontrol sosial adalah sebagai
berikut:
a) Mempertebal keyakinan anggota
masyarakat akan kebaikan norma-norma masyarakat.
b) Memberi penghargaan kepada
anggota masyarakat yang taat pada norma-norma sosial.
c) Mengembangkan rasa malu dalam
diri anggota masyarakat bila menyimpang dari norma-norma sosial.
d) Menimbulkan rasa takut bila
melanggarnya.
e) Menciptakan sistem baku,
yaitu tata tertib beserta sanksi-sanksi tegas.
Sekolah dalam
menanamkan nilai-nilai dan loyalitas terhadap tatanan tradisional masyarakat
harus juga berfungsi sebagai lembaga pelayanan sekolah untuk melakukan kontrol
sosial. Melalui pendidikan semacam ini individu bisa mengambil nilai-nilai
sosial dan melakukan interaksi dalam kehidupannya sehari-hari.
Sekolah sebagai
lembaga yang berfungsi untuk mempertahankan dan mengembangkan proses
sosialisasi serta kontrol sosial diharapkan bisa mendidik peserta didiknya
lebih berkualitas. Sehingga tatanan masyarakat bisa terjalin dengan baik.
Selain itu, sekolah juga berfungsi sebagai alat pemersatu dan segala aliran dan
pandangan hidup yang dianut oleh para siswa. Sebagai contoh sekolah di
Indonesia, sekolah harus menanamkan nilai-nilai Pancasila yang dianut oleh
bangsa dan negara Indonesia kepada anak-anak di sekolah.[8]
Jadi, Dapat disimpulkan bahwa pendidikan berfungsi sebagai kontrol
sosial. Sekolah mengajarkan kita nilai-nilai tertentu seperti, ketaatan,
disiplin, hormat ketekunan, dan ketepatan waktu. Sekolah juga mengajarkan kita
sesuai, melainkan mendorong kita untuk menjadi baik dan menjadi warga negara
yang taat hukum.
2.
Pelestarian
Budaya
Pendidikan juga berfungsi sebagai agen dalam transmisi budaya. Sebagai
lembaga pendidikan, sekolah melakukan fungsi conservable untuk mengirimkan budaya yang dominan. Dalam bersekolah,
generasi muda terkena norma-norma keyakinan, dan nilai-nilai yang telah lama
ada di suatu budaya tertentu.[9]
Sekolah di
samping mempunyai tugas untuk mempersatu budaya-budaya etnik yang beraneka
ragam juga harus melestarikan nilai-nilai budaya daerah yang masih layak
dipertahankan seperti bahasa daerah, kesenian daerah, budi pekerti dan suatu
upaya mendayagunakan sumber daya lokal bagi kepentingan sekolah dan sebagainya.
Sebagai contoh
adalah adanya kurikulum pendidikan yang mengadakan pelajaran muatan lokal.
Khusus di daerah Jawa Barat untuk pelestarian budaya di setiap sekolah
diwajibkan adanya muatan lokal yaitu mata pelajaran bahasa Sunda serta kesenian
setempat. Begitu juga untuk daerah-daerah yang ada di Indonesia, dimaksudkan
supaya siswa lebih cinta terhadap daerahnya serta tanah air.
Fungsi sekolah berkaitan dengan
konservasi nilai-nilai budaya daerah ini ada dua fungsi sekolah yaitu pertama
sekolah digunakan sebagai salah satu lembaga masyarakat untuk mempertahankan
nilai-nilai tradisional masyarakat dari suatu masyarakat pada suatu daerah
tertentu umpama sekolah di Jawa Tengah, digunakan untuk mempertahankan
nilai-nilai budaya Jawa Tengah, sekolah di Jawa Barat untuk mempertahankan
nilai-nilai budaya Sunda, sekolah di Sumatera Barat untuk mempertahankan
nilai-nilai budaya Minangkabau dan sebagainya. Kedua sekolah mempunyai tugas
untuk mempertahankan nilai-nilai budaya bangsa dengan mempersatukan nilai-nilai
yang ada yang beragam demi kepentingan nasional. Untuk memenuhi dua tuntutan
itu maka perlu disusun kurikulum yang baku yang berlaku untuk semua daerah dan kurikulum yang disesuaikan dengan kondisi dan nilai-nilai daerah
tertentu.
Oleh karena itu sekolah
harus menanamkan nilai-nilai yang dapat menjadikan psera didik menjadi sosok
yang mencintai daerahnya dan mencintai bangsa dan tanah airnya.
3.
Fungsi seleksi, latihan dan
pengembangan tenaga kerja.
Jika kita amati
apa yang terjadi dalam masyarakat dalam rangka menyiapkan tenaga kerja untuk
suatu jabatan tertentu, maka di sana akan terjadi tiga kegiatan yaitu kegiatan,
latihan untuk suatu jabatan dan pengembangan tenaga kerja tertentu.
Proses seleksi
ini terjadi di segala bidang baik ketika hendak masuk sekolah maupun hendak
masuk pada jabatan tertentu. Untuk masuk sekolah tertentu harus mengikuti ujian
tertentu, untuk masuk suatu jabatan tertentu harus mengikuti testing kecakapan
tertentu. Sebagai contoh untuk dapat masuk pada suatu sekolah menengah tertentu
harus menyerahkan nilai EBTA Murni (NEM). Dan nilai NEM yang masuk dipilih
nilai NEM yang tinggi dari nilai tertentu sampai nilai yang terendah. Jika
bukan nilai yang menjadi persyaratan yang ketat tetapi biaya sekolah yang tak
terjangkau untuk masuk sekolah tertentu. Oleh karena itu anak yang nilainya
rendah dan ekonominya lemah tidak kebagian sekolah yang mutunya tinggi.
Demikian pula untuk memangku jabatan pada pekerjaan tertentu, mereka yang
diharuskan mengikuti seleksi dengan berbagai cara yang tujuannya untuk
memperoleh tenaga kerja yang cakap dan terampil sesuai dengan jabatan yang akan
dipangkunya.
Sekolah sebagai
lembaga yang berfungsi untuk latihan dan pengembangan tenaga kerja mempunyai
dua hal sebagai berikut:
a) Sekolah digunakan untuk
menyiapkan tenaga kera profesional dalam bidang spesialisasi tertentu. Untuk
memenuhi ini berbagai bidang studi dibuka untuk menyiapkan tenaga ahli dan
terampil dan berkemampuan yang tinggi dalam bidangnya.
b) Dapat digunakan untuk
memotivasi para pekerja agar memiliki tanggung jawab terhadap kanier dan
pekerjaan yang dipangkunya.
Sekolah mengajarkan bagaimanan menjadi seorang yang akan
memangku jabatan tertentu, patuh terhadap pimpinan, rasa tanggung jawab akan
tugas, disiplin mengerjakan tugas sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan.
Sekolah juga mendidik agar seseorang dapat menghargai harkat dan martabat
manusia, memperlakukan manusia sebagai manusia, dengan memperhatikan segala
bakat yang dimilikinya demi keberhasilan dalam tugasnya.
Sekolah mempunyai fungsi pengajaran, latihan dan pendidikan.
Fungsi pengajaran untuk menyiapkan tenaga yang cakap dalam bidang keahlian yang
ditekuninya. Fungsi latihan untuk mendapatkan tenaga yang terampil sesuai
dengan bidangnya, sedang fungsi pendidikan untuk menyiapkan seorang pribadi
yang baik untuk menjadi seorang pekerja sesuai dengan bidangnya. Jadi fungsi
pendidikan ini merupakan pengembangan pribadi sosial.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan
pembahasan di atas fungsi konservatif pendidikan adalah bagaimana mewariskan
dan mempertahankan identitas dan cita-cita suatu masyarakat. Sedangkan fungsi
progressif pendidikan adalah bagaimana aktivitas pendidikan dapat memberi
pembekalan dan pengembangan pengetahuan, nilai-nilai dan keterampilan, sehingga
generasi penerus memiliki kemampuan dan kesiapan untuk menghadapi tantangan
kehidupan masa depan.
Dalam sebuah
pendidikan erat kaitannya dengan suatu lembaga pendidikan khususnya formal
seperti sekolah. Bahwa sekolah merupakan suatu lembaga pendidikan yang berperan
penting di dalam penyaluran bakat-bakat setiap individu, dimana di dalam pendidikan
terdapat fungsi-fungsi yang akan mengarahkan individu pada kedewasaan baik
secara fisik maupun mental. Selain sekolah sebagai lembaga pendidikan yang
berperan didalam menyalurkan bakat-bakat, pendidikan juga berfungsi sebagai
agen kontrol sosial, pelestari kebudayaan dan seleksi dan latihan, dimana
didalam menjalankan fungsinya sekolah sebagai lembaga pendidikan harus mampu
mengontrol (mengendalikan) para peserta didik untuk menjalankan tugasnya
sebagaimana mestinya.
Daftar Pustaka
Baidhawy, Zakiyuddin.2005. Pendidikan Berwawasan Mulitikulltur. Jakarta:
Erlangga.
Martini M, Sri.2009.
Pengantar Ilmu Pendidikan. Jakarta: Fakultas Ilmu Pedidikan.
Nasution. 2010. Sosiologi
Pendidikan.Jakarta: Bumi Aksara.
Oneil F, William.2002. Ideologi-Ideologi
Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum
wr.wb.
Puji dan syukur
seyogyanya dipanjatkan kehadirat Allah Swt. Meskipun ditengah rutinitas yang
sering kali melelahkan, makalah “Fungsi-fungsi
Pendidikan sebagai Lembaga Konservatif” dapat diselesaikan tepat pada waktunya
dalam rangka memenuhi tugas mandiri mata kuliah Filsafat Pendidikan.
Tidak lupa kami
mengucapkan terima kasih kepada Aip Syarifudin, M.Pdi selaku dosen pengampu
yang telah membantu kami secara moril. Semoga makalah ini bermanfaat baik bagi
kami selaku penyusun maupun bagi pembaca, serta bagi pengembangan khasanah ilmu
tersebut.
Kami sangat menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu betapapun
kecilnya hikmah yang terkandung, kami berharap dapat memberikan sumbangan bagi
perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya dalam meningkatkan pemahaman tentang
fungsi pendidikan sebagai lembaga konservatif. Demi perbaikan di kemudian hari,
kritik dan saran dari semua pihak akan kami terima dengan senang hati.
Cirebon, 30 Nopember 2012
Penyusun
|
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.............................................................................................. i
Daftar isi........................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................ 1
A. Latar Belakang................................................................................... 1
B.
Rumusan Masalah............................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN............................................................................. 2
A. Pengertian
Konservatif....................................................................... 2
B.
Paradigma Pendidikan Konservatif ................................................... 3
C.
Tujuan Konservatif............................................................................. 4
D.
Kelemahan dan Kelebihan Konsep Pendidikan Konservatisme........ 4
E.
Fungsi-fungsi Konservatisme............................................................. 6
BAB III KESIMPULAN........................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA................................................................................ 11
|
FUNGSI-FUNGSI PENDIDIKAN
SEBAGAI LEMBAGA KONSERVATIF
MAKALAH
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mandiri
Mata Kuliah Filsafat Pendidikan
Dosen Pengampu : Aip Syarifudin, M.Pdi
Disusun oleh
Arif
Abdul Rohman
NIM. 14111410007
PROGRAM STUDI T.IPS SEMESTER 3
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SYEKH NURJATI
CIREBON
2012
[1]
Willian Oneil F.Ideologi-Ideologi
Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.2002.hlm
[2]
Ibid. hlm 32
[5]
Op.cit William Oneil F. hlm 35
[6]
Sri Martini M. Pengantar Ilmu Pendidikan.Jakarta:
Fakultas Ilmu Pedidikan.2009. hlm 18
[7]
Ibid. hlm 19
[8]
Nasution. Sosiologi Pendidikan.Jakarta:
Bumi Aksara.2010. hlm 17
[9]
Zakiyuddin Baidhawy. Pendidikan
Berwawasan Mulitikulltur.Jakarta: Erlangga.2005. hlm 30
Tidak ada komentar:
Posting Komentar