BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia merupakan makhluk sosial. Artinya
manusia tidak dapat hidup sendiri dalam menjalankan kehidupannya sehingga ia
membutuhkan orang lain guna memenuhi kebutuhannya. Antara manusia yang satu
dengan manusia yang lainnya tentunya saling berhubungan satu sama lain. Untuk
mengatur kehidupan mereka agar tetap harmonis serta menjaga keseimbangan hidup
dalam bermasyakat tentunya harus ada aturan-aturan atau norma guna membatasi
prilaku anggota masyarakat. Norma-norma itu terdapat dalam pranata sosial.
pranata sosial sangat dibutuhkan oleh masyarakat karena peranannya yang sangat
penting.
Jika kita amati pola
kehidupan masyarakat pastilah akan dijumpai orang-orang tertentu yang dianggap
baik perilakunya dan ada pula yang dianggap tidak baik. Pemahaman baik tidak
baik tersebut selalu dikaitkan dengan ukuran yang dipakai sebagai pedoman
perilaku masyarakat setempat. Bentuk-bentuk perilaku yang dianggap tidak baik
oleh masyarakat merupakan tindakan perilaku menyimpang yang kemudian dikenal
dengan penyimpangan sosial.
B. Rumusan Masalah
1.
Apakah
pengertian dari pranata sosial?
2.
Bagaimana ciri-ciri pranata sosial?
3.
Adakah fungsi dari pranata sosial?
4.
Apa dan bagaimana macam-macam pranata sosial?
5.
Apakah pengertian dari penyimpangan sosial?
6.
Bagaimana bentuk-bentuk penyimpangan sosial?
7.
Apa faktor-faktor yang menjadi penyebab
terbentuknya perilaku menyimpang?
8.
Apa dan bagaimana teori-teori penyimpangan
sosial?
9.
Bagaimana dampak jika terdapat individu atau
kelompok yang melakukan penyimpangan sosial?
10. Upaya apa yang harus
dilakukan untuk mencegah terjadinya penyimpangan sosial?
11. Bagaimana upaya
pengendalian sosial perihal adanya penyimpangan sosial?
12. Apa dan Bagaimana peran
lembaga sosial dalam mengendalikan perilaku menyimpang?
C. Tujuan Penulisan
1.
Memahami pengertian penyimpangan sosial.
2.
Mengetahui ciri-ciri dari pranata sosial.
3.
Mengetahui fungsi-fungsi pranata sosial.
4.
Mengetahui macam-macam pranata sosial.
5.
Memahami pengertian dari penyimpangan sosial.
6.
Memahami bentuk-bentuk penyimpangan sosial.
7.
Mengetahui faktor-faktor yang menjadi penyebab
terbentuknya perilaku menyimpang.
8.
Memahami beberapa teori-teori penyimpangan
sosial.
9.
Memahami dampak jika terdapat individu atau
kelompok yang melakukan penyimpangan sosial.
10. Mengetahui upaya yang
harus dilakukan untuk mencegah terjadinya penyimpangan sosial.
11. Mengetahui upaya
pengendalian sosial terhadap penyimpangan sosial.
12. Mengetahui peran lembaga
sosial dalam mengendalikan perilaku menyimpang.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pranata Sosial
Pranata sosial berasal dari istilah bahasa Inggris social
institution. Istilah-istilah lain pranata sosial ialah lembaga sosial dan
bangunan sosial. Walaupun istilah yang digunakn berbeda-beda, tetapi social
institution menunujuk pada unsur-unsur yang mengatur prilaku anggota
masayarakat. Pranata juga berasal dari bahasa latin institure yang berarti
mendirikan. Kata bendanya adalah institutio yang berarti pendirian. Dalam
bahasa Indonesia institution diartikan institusi (pranata) dan institut (lembaga).
Institusi adalah system norma atau aturan yang ada. Institut adalah wujud nyata
dari norma-norma. Pranata adalah seprangkat aturan yang berkisar pada kegiatan
atau kegiatan tertentu. Pranata termasuk kebutuhan social. Seperangkat aturan
yang terdapat dalam pranata termasuk kebutuhan social. Seperangkat aturan yang
terdapat dalam pranata berpedoman pada kebudayaan. Pranata merupakan
seperangkat aturan, berarti bersifat abstrak. Wujud nyata dari pranata adalah
lembaga (institut). Untuk jelasnya lihat bagan di bawah ini. PRANATA DAN
LEMBAGA No. Kegiatan dan Kebutuhan Pranata Lembaga.
1. Makanan, pakaian,
perumahan perdagangan Keluarga Abimanyu.
2. Peran serta politik
Pemilihan umum Lembaga Pemilihan Umum.
3. Pengembangan keturunan
pernikahan KUA, Catatan Sipil, Gereja.
Menurut Koentjaraningrat, istilah pranata dan
lembaga sering dikacaukan pengertiannya. Sama halnya dengan istilah institution
dengan istilah institute. Menurut Koentjaraningrat, istilah institute dalam
bahasa Indonesiaberaryi lembaga, sedangkan institution adalah pranata. Hal itu
berarti bahwa pranata dan lembaga memiliki makna yang berbeda. Pranata
merupakan system norma atau aturan-aturan mengenai suatu aktivitas khusus,
sedangkan lembaga adalah badan atau organisasi yang melaksanakan aktivitas tersebut.
B. Ciri Pranata Sosial
Dalam buku Sosiologi
suatu pengantar, tulisan Soerjono Soekanto, tahun 1987, disebutkan bahwa ia
menggaris bawahi pendapat John Levis Gillin dan John Philillpe Gillin yang
memuat beberapa ciri umun pranata social seperti berikut:
1.
Pranata social merupakan suatu organisasi pola
pemikiran dan pola prilaku yang terwujud melalui aktivitas kemasyarakatan yanga
hasilnya terdiri atas adat istiadat, tata kelakuan, kebiasaan, serta
unsure-unsur kebudayaan yang secara langsung atau tidak langsung tergabung dalam
satu unit yang funsional.
2.
Hampir semua pranata social mempunyai suatu
tingkat kekelan tertentu sehingga orang menganggapnya sebagai himpunan norma
yang sudah sewajarnya harus dipertahankan. Suatu system kepercayaan dan aneka macam
tindakan, baru akan menjadi bagian pranata social setelah melewati waktu yang
sangat lama.
3.
Pranata social mempunyai satu atau beberapa
tujuan tertentu.
4.
Pranat social mempunyai alat perlengkapan yang
digunakan untuk mencapai tujuan.
5.
Pranta social biasanya memiliki
lambing-lambang tertentu yang secara simbolis menggambarkan tujuan dan
fungsinya.
6.
Pranata social mempunyai suatu tradisi
tertulis ataupum tidak tertulis yang merupakan dasar bagi pranta yang
bersangkutan dalam menjalankan fungsinya. Tradisi tersebut merumuskan tujuan
dan tata tertib yang berlaku.
Beberapa tipe pranata sosial Tipe-tipe pranata
social dapat diklasifikasikan dari berbagai sudut. Berikut ini dikemukakan
beberapa tipe pranata social menurut Gillin dan Gillin (Soerjono Soekanto, 1987).
1.
Dari sudut perkembangan
Dari sudut
perkembangannya dikenal dua macam prnata social, yaitu crescive institution dan
enacted institutions.
a.
Crescive institution, pranata social yang
tidak sengaja tumbuh dari adat istiadat masyarakat sehingga disebut juga
pranata yng paling primer. Contoh pranata hak milik, perkawinan, dan agama.
b.
Enacted institutions, pranat yang sengaja
dibentuk untuk mencapai tujuan tertentu. Contoh: Pranata utang-piutang dan
pranata pendidikan. Meskipun pranata itu dibentuk dengan sengaja, tetapi tetap
berakar pada kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat.
2.
Dari sudut system nilai
yang diterima oleh masyarakat.
dari sudut nilai yang diterima oleh masyarakat
dikenal dua macam pranata social, yaitu basic institutions dan subsidiary institutions.
a.
Basic institutions, pranata social yang
penting untuk memelihara dan mempertahankan tata tertib dalam masyarakat,
misalnya keluarga, sekolah, dan negara.
b.
Subsidiary institutions, pranata social yang
berkaitan dengan hal yang dianggap oleh masyarakat kurang penting, misalnya
rekreasi. Ukuran yang digunakan untuk menentukan penting dan tidaknya suatu
pranta social sangat bergantung pada kondisi masyarakat yang bersangkutan.
3.
Dari sudut penerimaan
masyarakat
Dari sudut penerimaan masyarakat dikenal dua
macam pranata social, yaitu approved institution dan sanctioned institutions
serta unsanctioned institutions.
a.
Approved institution dan sanctioned
institutions, pranata yang diterima oleh masyarakat, seperti sekolah dan
perdagangan.
b.
Unsanctioned institutions, pranata social yang
ditolak oleh masyarakat meskipun masyarakat tidak mampu memberantasnya,
misalnya pemerasan, kejahatan, dan pencolengan.
4.
Dari sudut penyebaran
Dari sudut penyebarannya dikenal dua macam
pranata social, yaitu general institutions dan restricted institutions.
a.
General institutions, pranata yang dikenal
oleh sebagian besar masyarakat dunia. Misalnya pranta agama, hak-hak asasi
manusia (HAM).
b.
Restricted institutions, yaitu pranata social
yang hanya dikenal oleh sebagian masyarakat tertentu. Misalnya pranata agama
Islam, Katolik, Kristen Protestan, Hindu, dan Buddha.
5.
Dari sudut fungsi
Dari sudut fungsi dikenal
dua macam pranata social, yaitu operative institutions dan regulative
Institution.
a.
Operative institutions, pranata social yang
berfungsi menghimpun pola-pola atau cara-cara yang diperlukan untuk mencapai
tujuan dari masyarakat yang bersangkutan, misalnya pranata industry.
b.
Regulative Institution, pranata social
berfunsi mengawasi adat istiadat atau tata kelakuan yang ada dalam masyarakat,
misalnya pranata hukum, seperti kejaksaan dan pengadilan.
C. Fungsi Pranata Sosial
Pranata sosial merupakan suatu aturan yang
keberadannya memang dikehendaki dan dibutuhkan oleh anggota masyarakat. Dengan
demikian, bagi kehidupan masyarakat pranata social menjadi suatu bentuk tata
kelakuan yang harus dipenuhi oleh tiap individu dalam mengadakan hubungan
social. Pranata social mengatur hubungan social yang berlangsung antarindividu
sehingga dalam hubungan tersebut masing-masing pihak bertindak sesuai posisi
dan perannya.
Suatu pranata yang bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan pokok manusia pada dasarnya mempunyai beberapa fungsi sebagai
berikut:
1.
Memberikan pedoman kepada anggota masyarakat
tentang bagaimana mereka harus bersikap atau berprilaku dalam menghadapi
masalah-masalah di dalam masyarakat terutama yang menyangkut kebutuhan dari
yang bersangkutan.
2.
Menjaga keutuhan dari masyarakat yang
bersangkutan.
3.
Memberikan pegangan kepada masyarakat untuk
mengadakan sisten pengendalian sosial (social control), yang maksudnya untuk
mengadakan sistem pengawasan dari masyarakat terhadap prilaku anggotanya.
D. Macam-macam Pranata Sosial
1.
Pranata Keluarga
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat.
Pada hakikatnya komponen keluarga terdiri ayah, ibu, dan anak. Tiap-tiap
anggota keluarga menjalankan hak dan kewajiban, serta peranannya masing-masing.
Keluarga mempunyai aturan atau norma yang harus ditaati oleh anggota
keluarganya. Pranata keluarga adalah sistem norma yang mengatur tindakan
manusia dalam hubungannya dengan lembaga keluarga. Karena keluarga terdiri atas
beberapa orang, maka sering disebut sebagai kesatuan social yang paling kecil.
Keluarga merupakan kelompok yang sangat penting pengaruhnya terhadap proses
sosialisasi anak. Adapun fungsi pranata keluarga yaitu sebagai berikut:
a. Fungsi pengaturan
kebutuhan biologis.
Pranata keluarga mengatur hubungan biologis
dengan lawan jenis (suami istri) sesuai dengan norma-norma yang telah
ditentukan. Masyarakat kita mengganggap bahwa hubungan biologis antara dua
orang yang berlawanan jenis dianggap sah, apabila keduanya telah resmi menjadi
suami istri melalui pernikahan.
b. Fungsi reproduksi
Fungsi reproduksi artinya fungsi untuk melanjutkan keturunan
atau generasi penerus.
c. Fungsi ekonomi
Setiap keluarga mengatur kegiatan ekonominya
dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidup.
d. Fungsi edukatif
Keluarga merupakan tempat berlangsungnya sosialisasi primer
anak agar tidak terjadi penyimpangan social. Dalam hal ini ayah dan ibu
bertugas mendidik anak-anaknya yang berkaiatan dengan norma-norma social.
e. Fungsi sosialisasi
Proses sosialisasi berkaitan erat dengan fungsi pendidikan,
yaitu melatih dan mendidik anak di lingkungan keluarga agar kelak nanti dapat
diterima menjadi anggota masyarakat dengan mengenalkan nilai-nilai dan norma
yang berlaku di masyarakat.
f. Fungsi religius
Fungsi religius artinya keluarga berkewajiban
mendidik dan mengajak anak untuk diperkenalkan dengan kehidupan beragama
seperti melaksanakan agama sesuai aturan agama-agama masing-masing.
g. Fungsi penyaluran
perasaan/emosional (Afeksi)
Keluarga sebagai tempat penumpahan anggota
perasaan antaranggota keluarga, seperti kasih sayang, ungkapan sedih dan
gembira, semuanya dapat dirasakan bersama-sama.
2.
Pranata Agama
Agama tidak hanya
dihubungkan dengan pengertian kelima agama seperti yang diakui di Indonesia,
tetapi lebih luas. Oleh karena itu istilah agama diartikan sebagai suatu
prinsip kepercayaan kepada Tuhan, dewa, atau zat yang transcendental dengan
ajaran peribadatan atau kebaktian dan kewajiban lainnya yang berhubungan dengan
prinsip kepercayaan itu. Dengan demikian, istilah agama akan lebih tepat
diganti dengan religi. Selanjutnya pranata akan lebih tepat jika diterjemahkan
dengan istilah pranata religi.
Religi dapat diartikan
sebagai sebuah system yang terpadu antara keyakinan dengan praktik keagamaan
yang berhubungan dengan hal-hal yang suci dan tidak terjangkau oleh akal. ada
dua unsur dalam pranata agama atau religi sebagai berikut:
a. Imanen, yaitu segala
sesuatu berhubungan dengan dunia ini, dan berada di dunia ini pula.
b. Transendental, yaitu
segala sesuatu yang berada diluar jangkauan pengindraan manusia.
Kedua hal tersebut dalam
kehidupan beragama dijabarkan dalam bentuk praktik ritual peribadatan
(transenden), dan tata cara menjalin hubungan dengan makhluk hidup lainnya
(imanen).
Menurut Horton dan Hunt (1987) mengemukakan
bahwa fungsi agama dapat dibedakan atas fungsi yabg bersifat manifes dan laten.
1) Fungsi manifes (nyata)
§ Membujuk manusia agar melaksanakan ritus agama
§ Bersama-sama menerapkan ajaran agama
§ Menjalankan kegiatan yang diperkenankan agama
2)
Fungsi laten
§ Menawarkan kehangatan beergaul
§ Meningkatkan mobilitas sosial
§ Mendorong terciptanya beberapa bentuk
stratifikasi sosial
§ Mengembangkan seperangkat nilai ekonomi
3. Pranata Ekonomi
Pranata ekonomi adalah
pranata sosial yang menangani masalah kesejahteraan materiil, yang mengatur
kegiatan atau cara berproduksi, distribusi, dan pemakaian (konsumsi) barang dan
jasa yang diperlukan bagi kelangsungan hidup masyarakat agar semua lapisan
masyarakat mendapatkan bagian yang semestinya. Atas dasar perhatian itu,
pembahasan mengenai pranata ekonomi tidak dapat lepas dari tiga kegiatan pokok
dalam bidang ekonomi, yaitu kegiatan produksi, distribusi, dan konsumsi.
Pranata ekonomi mempunyai beberapa fungsi dalam pemenuhan individu dan masyarakat yaitu sebagai berikut:
Pranata ekonomi mempunyai beberapa fungsi dalam pemenuhan individu dan masyarakat yaitu sebagai berikut:
1) Pengaturan produksi
barang dan jasa
Setiap proses produksi tidak selalu
menghasilkan barang. Beberapa proses produksi menghasilkan jasa misalnya
perbankan, periklanan, pengangkutan, dan komunikasi. Kegitan tersebut
memerlukan organisasi karena organisasi berguna untuk mengatur kerja sama
antara faktor-faktor produksi dalam mencapai tujuan. Kemempuan untuk
menjalankan organisasi dapat menentukan tingkat optimalisasi produksi.
2) Fungsi distribusi barang
dan jasa
Usaha pendistribusian barang dan jasa secara keseluruhan diatur
oleh suatu system norma yang harus ditaati oleh pihak produsen maupun konsumen.
Jika masing-masing pihak menjalankan semua norma yang ada, niscaya akan dapat
memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya dalam lingkungan masyarakat.
3) Fungsi konsumsi barang
dan jasa
Suatu kehidupan dikatakan layak jika kebutuhan
akan barang dan jasa dapat terpenuhi. Hidup layak dapat berlangsung pada tiga
faktor, yaitu pendapatan, tersedianya barang dan jasa, serta tingkat harga
barang dan jasa.
Kenyataan hidup menunjukkan bahwa kebutuhan dan penghasilan merupakan dua hal yang bertentangan. Kebutuhan manusia tidak terbatas, sedangkan penghasilan manusia terbatas. Keadaan seperti ini mengharuskan manusia untuk mengatur hidupnya dalam hal pemenuhan kebutuhan. Untuk mencapai pemenuhan kebutuhan hidup itu manusia menyesuaikan penghasilan dengan norma-norma hidup yang berlaku di masyarakat.
Kenyataan hidup menunjukkan bahwa kebutuhan dan penghasilan merupakan dua hal yang bertentangan. Kebutuhan manusia tidak terbatas, sedangkan penghasilan manusia terbatas. Keadaan seperti ini mengharuskan manusia untuk mengatur hidupnya dalam hal pemenuhan kebutuhan. Untuk mencapai pemenuhan kebutuhan hidup itu manusia menyesuaikan penghasilan dengan norma-norma hidup yang berlaku di masyarakat.
4. Pranata Pendidikan
Pendidikan adalah proses
membimbing manusia dari kegelapan kebodohan menuju kecerahan pengetahuan atau
dari tidak tahu menjadi tahu. Dalam arti luas, pendidikan formal maupun
informal, meliputi segala hal yang memperluas pengetahuan manusia tentang
dirinya sendiri dan tentang dunia mereka. pranata pendidikan menangani masalah
proses sosialisasi yang intinya mengantarkan seseorang kepada suatu
kebudayaan.
Di masyarakat berkembang
suatu anggapan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka akan
semakin besar peluang seseorang untuk memperoleh pekerjaan dan memperoleh
penghasilan yang besar. Semakin tinggi pendidikan yang dimiliki seseorang juga
akan memudahkan seseorang untuk melakukan mobilitas social vertical. Adanya
motivasi tersebut, menyebabkan sekolah atau pendidikan dianggap sebagai tempat
yang berfungsi untuk mengembangkan bakat yang dimiliki oleh seseorang. Bakat
yang dikembangkan tersebut akan dapat digunakan sebagai bekal untuk mengatasi
berbagai tantangan dalam kehidupan. Pranata pendidikan mengajarkan berbagai
macam pengetahuan dan keterampilan yang dapat digunakan dalam pendidikan,
selain itu, pranata pendidikan juga membantu pola-pola sikap seseorang agar
prilakunya tidak menyimpang dari norma-norma yang berlaku.
Berdasarkan uraian tersebut, maka pranata pendidikan mempunyai fungsi sebagai berikut:
Berdasarkan uraian tersebut, maka pranata pendidikan mempunyai fungsi sebagai berikut:
a) Mempersiapkan seseorang untuk
dapat mencari pekerjaan.
b) Mengembangkan bakat
seseorang.
c) Sebagai tempat terjadinya
sosialisasi kebudayaan kepada warga masyarakat.
5. Pranata Politik
Menurut Prof. Dr.J.W.
Schoerl, yang dimaksud dengan lembaga politik adalah peraturan-peraturan untuk
memelihara tata tertib, untuk mendamaikan pertentangan-pertentangan, dan untuk
memilih pemimpin yang berwibawa. Menurut Kornblum, pranata politik merupakan
perangkat norma dan status yang mengkhususkan diri pada pelaksanaan kekuasaan
dan wewenang. Dengan demikian, pranata politik akan meliputi eksekutif,
yudikatif, dan legislatif, keamanan nasional (militer), dan partai politik. Fungsi
lembaga politik yang merupakan wujud nyata pelaksanaan pranata politik adalah
dengan:
a) Melaksanakan undang-undang
yang telah disahkan.
b) Melembagakan norma
melalui undang-undang yang dibuat oleh lembaga legslatif.
c) Menyelesaikan masalah
yang terjadi di antara para warga masyarakat.
d) Menyelenggarakan
pelayanan social, seperti pelayanan kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan.
e) Mlindungi para warga
masyarakat atau warga negara dari serangan bangsa lain.
f) Mewaspadai dan selalu
siaga terhadap bahya-bahaya yang mengancam.
E. Pengertian Penyimpangan Sosial
Beberapa ahli mendefinisikan yang berbeda beda tentang pengertian prilaku menyimpang. Berikut kami kemukakan
pengertian penyimpangan menurut ketiga ahli:[1]
1.
Menurut Robert
MZ. Lawang penyimpangan merupakan tindakan yang menyimpang dari norma-norma
yang berlaku dalam suatu sistem sosial dan menimbulkan usaha dari pihak
berwenang untuk memperbaiki perilaku yang menyimpang tersebut.
2.
Menurut Van
der Zenden penyimpangan merupakan perilaku yang oleh sejumlah besar orang
dianggap sebagai hal yang tercela dan di luar batas toleransi.
3.
Menurut Gillin
penyimpangan sebagai perilaku yang menyimpang dari norma dan serta nilai
sosial keluarga dan masyarakat yang menjadi penyebab memudarnya ikatan atau
solidaritas kelompok.
Dengan demikian kami dapat
menyimpulkan bahwa penyimpangan sosial merupakan prilaku atau tindakan yang
tidak sesuai dengan norma dan dan nilai dalam suatu masyarakat sehinggga
tindakan tidak sesuai tersebut oleh sejumlah orang dianggap tercela.
F. Bentuk-bentuk Penyimpangan Sosial
Bentuk-bentuk perilaku yang
dianggap tidak baik oleh masyarakat merupakan pencerminan perilaku yang
menyimpang dan merupakan bentuk penyimpangan sosial. Adapun secara umum
bentuk-bentuk penyimpangan sosial dapat dibedakan sebagai berikut:[2]
1.
Penyimpangan primer
Penyimpangan primer adalah adalah
penyimpangan sosial yang bersifat temporer atau sementara dan hanya menguasai
sebagian kecil kehidupan seseorang. Adapun ciri-ciri penyimpangan primer
adalah:
a)
Bersifat sementara.
b)
Gaya hidupnya tidak didominasi oleh perilaku
menyimpang.
c)
Masyarakat masih mentolerir/menerima.
Contoh penyimpangan primer adalah siswa tidak mengenakan seragam
lengkap saat upacara, siswa tidak mengerjakan tugas dan sebagainya.
2.
Penyimpangan sekunder
Penyimpangan sekunder adalah perbuatan yang dilakukan secara khas
memperlihatkan perilaku menyimpang dan secara umum dikenal sebagai orang yang
menyimpang, karena sering melakukan tindakan yang meresahkan orang lain. Adapun
ciri-ciri penyimpangan sekunder adalah:
a)
Gaya hidupnya di dominasi oleh perilaku
menyimpang.
b)
Masyarakat tidak bisa mentolelir perilaku tersebut.
Contoh penyimpangan sekunder
adalah semua bentuk tindakan kriminalitas, seperti curanmor, perampokan,
pembunuhan dan sebagainya.
3.
Penyimpangan individu
Penyimpangan individu adalah
penyimpangan yang dilakukan oleh seseorang yang menentang atau menolak nilai
dan norma sosial yang berlaku dalam kehidupan masyarakat umum. Penyimpangan
individual dapat terjadi karena faktor ketidaksengajaan atau kelalaian, tetapi
dapat juga karena seseorang memiliki karakter bawaan yang bersifat penentang
(antagonis). Schopenhauer (1788-1860) seorang filsuf Jerman, berpendapat bahwa
setiap bayi yang lahir itu memiliki sifat bawaan tertentu.
Penganut ajaran Schopenhauer
memiliki pandangan bahwa lingkungan sekitarnya tidak ada artinya, sebab
lingkungan tidak akan berdaya dalam mempengaruhi perkembangan seseorang.
Dijelaskan pula bahwa meskipun seseorang dididik dengan sistem dan lingkungan
yang sedemikian baiknya, namun jika bawaan sejak lahirnya buruk, ia akan
senantiasa melakukan penyimpangan. Seseorang yang senantiasa berperangai buruk
akan mendapat predikat pembandel, pembangkang atau penjahat.
4.
Penyimpangan kelompok
Penyimpangan kelompok adalah
penyimpangan yang dilakukan oleh lebih dari satu orang atau berkolompok.
Perilaku mereka bertentangan dengan nilai dan norma sosial yang berlaku dalam
kehidupan masyarakat umum.
Perilaku menyimpang kelompok ini,
sebagai contoh dapat terlihat pada kasus perkelahian pemuda atau palajar secara
massal (tawuran pelajar). Para pelaku penyimpangan sosial ini tampak sangat
beringas atau berani ketika tampil secara bersama-sama dengan jumlah banyak.
5.
Penyimpangan campuran antara individual dengan
kelompok
Penyimpangan campuran antara
individual dengan kelompok adalah penyimpangan sosial yang semula dilakukan
oleh seseorang, kemudian seseorang tersebut mampu mempengaruhi orang lain dalam
skala yang lebih besar, secara bersama-sama atau kelompok untuk menentang atau
menolak nilai dan norma sosial yang berlaku dalam kehidupan masyarakat umum.
Misalnya perampokan yang dilakukan secara berkelompok dengan pimpinan satu
orang. Disini, keterampilan individu untuk mengembangkan dan mengorganisasi
penyimpangan massal sangatlah besar.
G. Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Terbentuknya Perilaku Menyimpang
Sebab-sebab
terentuknya perilaku menyimpang ialah sebagai berikut:[3]
1.
Keluarga yang broken home
Retaknya hubungan keluarga
menyebabkan anggota keluarga mencari kesenangan di luar rumah karena kebutuhan
baik jasmani maupun rohaninya tidak bisa terpenuhi dalam keluarga. Misalnya
kenakalan remaja yang disebabkan rumah rangga orang tua yang tidak harmonis.
2.
Pelampiasan rasa kecewa
Seseorang yang mengalami kekecawaan
sering melampiaskan kekecewaannya dengan melakukan hal-hal yang menyimpang,
misalnya melampiaskan ke narkoba, berjudi dan sebagainya.
3.
Keinginan untuk dipuji
Kehidupan masyarakat modern
cenderung menonjolkan penampilan fisik sebagai ukuran keberhasilan seseorang.
Banyak orang ingin berpenampilan mewah, akan tetapi tanpa didukung kemauan
bekerja keras. Oleh karena itulah banyak orang sering memilih jalan pintas
dengan melakukan tindak kriminal untuk memperoleh kekayaan secara cepat demi
memenuhi tuntutan penampilannya. Misalnya pejabat melakukan korupsi untuk
meningkatkan pendapatnya, seseorang melakukan pencurian ataupun perampokan
untuk memperoleh kekayaan.
4.
Dorongan kebutuhan ekonomi
Karena terdesak masalah ekonomi,
seseorang bisa melakukan kejahatan. Misalnya perampokan dengan dalih memerlukan
uang untuk biaya hidup, menjadi PSK karena didesak kebutuhan ekonomi, dan
sebagainya.
5.
Pengaruh lingkungan dan media massa
Banyak orang melakukan tindakan
menyimpang karena meniru apa yang ia lihat di media massa. Misalnya melakukan
tindakan asusila karena pengaruh tontonan VCD porno.
6.
Ketidaksanggupan menyerap norma budaya
Seseorang yang menjalani proses sosialisasi
yang tidak sempurna menyebabkan ia tidak sanggup menjalankan perannya sesuai
dengan perilaku yang diharapkan oleh masyarakat. Misalnya anak dari keluarga broken home yang tumbuh menjadi anak
nakal.
7.
Adanya ikatan sosial yang berlainan
Seseorang yang bermasyarakat
dengan kelompok-kelompok akan cenderung mengidentifikasikan dirinya dengan
kelompok yang paling ia hargai dan akan lebih senang bergaul dengan kelompoknya
saja daripada dengan kelompok lainnya. Jika kelompok yang ia ikuti ternyata
menyimpang, maka ia pun akan menjadi pelaku penyimpangan sosial.
8.
Akibat proses sosialisasi nilai-nilai
subkebudayaan menyimpang
Nilai subkebudayaan menyimpang
adalah kebudayaan khusus yang normanya bertentangan dengan norma budaya yang
umum. Misalnya dalam lingkungan kelompok berjudi, berjudi dianggap sebagai hal
yang wajar.
9.
Akibat kegagalan dalam proses sosialisasi
Proses sosialisasi dikatakan tidak
berhasil apabila individu tersebut tidak mampu mendalami norma-norma
masyarakat. Misalnya jika keluarga tidak berhasil mendidik para anggotanya maka
yang terjadi adalah penyimpangan perilaku.
10. Sikap
mental yang tidak sehat
Adanya sikap mental yang tidak
sehat menyebabkan pelaku menyimpang tidak terasa bersalah dengan apa yang ia
lakukan. Misalnya yang dialami oleh orang yang menjadi PSK.
H. Teori-teori Penyimpangan Sosial
Teori-teori yang yang menguraikan
tentang penyebab terjadinya perilaku menyimpang menurut pendapat para ahli
sosiologi antara lain:[4]
1. Teori pergaulan berbeda (teori differential assoction),
oleh Edwin H. Sutherland.
E. H. Sutherland mengemukakan
bahwa penyimpangan bersumber pada pergaulan yang berbeda. Misalnya menjadi
pemakai narkoba karena bergaul dengan pecandu narkoba.
2. Teori Labelling (pemberian julukan), oleh
Edwin M. Lemert.
E. M. Lemert mengemukakan bahwa
seseorang telah melakukan penyimpangan pada tahap primer, tetapi masyarakat
kemudian menjuluki sebagai pelaku menyimpang, sehingga pelaku meneruskan
perilaku penyimpangannya dengan alasan kepalang
basah. Misalnya seorang baru mencuri pertama kali lalu masyarakat
menjulukinya sebagai pencuri, meskipun sebenarnya sudah tidak lagi mencuri,
akibatnya karena selalu dijuluki pencuri, maka ia pun terus melakukan
penyimpangannya.
3. Teori fungsi, oleh Emile Durkheim.
Emile Durkheim mengemukakan bahwa
tercapinya kesadaran moral dari semua anggota masyarakat karena faktor keturunan, perbedaan lingkungan
fisik, dan lingkungan sosial. Ia menegaskan bahwa kejahatan itu akan selalu
ada, sebab orang yang berwatak jahat pun akan selalu ada. Menurut Emile
Durkheim kejahatan diperlukan agar hukum dapat berkembang secara normal.
I. Dampak Perilaku Penyimpangan Sosial
Perilaku penyimpangan sosial membawa dampak secara
langsung sebagai berikut:[5]
1.
Dampak psikologis
Dampak psikologis antara lain
berupa penderitaan yang bersifat kejiwaan dan perasaan terhadap pelaku
penyimpangan sosial, seperti dikucilkan dalam kehidupan bermasyarkat atau
dijauhi dalam pergaulan.
2.
Dampak sosial
a)
Mengganggu keamanan dan ketertiban lingkungan
sosial.
b)
Menimbulakn beban sosial, psikologis, dan
ekonomi bagi keluarga.
c)
Menghancurkan masa depan pelaku penyimpangan
sosial dan keluarganya.
3.
Dampak moral (Agama)
a)
Merupakan bentuk perbuatan dosa yang dapat
mencelakakan dirinya sendiri (si pelaku penyimpangan sosial) dan orang lain.
b)
Merusak akal sehat sehingga dapat mengganggu
ketentraman beribadah.
c)
Merusak akidah (keyakinan dasar), keimanan, dan
ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
4.
Dampak budaya
a)
Menimbulkan drug
subculture yang dapat mencemari nilai-nilai budaya bangsa.
b)
Merupakan bentuk pemenuhan dorongan nafsu
sepuas-puasnya atau konsumsi hendonis.
c)
Merusak tatanan nilai, norma, dan moral
masyarakat bangsa.
d)
Merusak pranata (lembaga masyarakat), lembaga
budaya bangsa, dan unsur-unsur lain yang mengatur perilaku seseorang di
lingkungan masyarakat.
J. Upaya Pencegahan Penyimpangan Sosial
Ada pepatah yang mengatakan bahwa mencegah lebih baik daripada mengobati.
Demikian halnya dengang menghadapi begitu banyaknya kasus penyimpangan sosial
yang terjadi di tengah masyarakat, perlu adanya pencegahan semenjak dini. Upaya
pencegahan tersebut dapat dilakukan dengan beberapa langkah sebagai berikut:[6]
1.
Upaya pencegahan penyimpangan sosial dalam
keluarga
Keluarga merupakan tempat awal
seseorang menyerap nilai-nilai dan norma sosial. Melalui kepribadian
keluargalah kepribadian seseorang terbentuk. Segala bentuk perilaku yang
dilakukan seseorang erat kaitannya dengan sikap mental kepribadiannya. Keluarga
sebagai peletak dasar terbentuknya kerpibadian seseorang sangat berperan besar
dalam menciptakan suasana yang kondusif bagi usaha pencegahan terhadap segala
bentuk perilaku menyimpang. Adapun bentuk bentuk pencegahan penyimpangan sosial
dalam keluarga antara lain:
a)
Melalui menanaman nilai-nilai dan norma agama.
b)
Menciptakan hubungan yang harmonis dalam
keluarga.
c)
Keteladanan orang tua
2.
Upaya pencegahan penyimpangan sosial dalam
masyarakat
Pada hakikatnya manusia adalah
makhluk sosial yang tidak terlepas dn bahkan saling tergantung pada lingkungan
sosialnya. Jika dalam kehidupan masyarakat, perilaku menyimpang dianggap hal
yang wajar, maka akan bermunculanlah pelaku-pelaku penyimpangan sosial. Untuk
membentuk suatu masyarakat yang teratur, selain dibutuhkan kesadaran dari
masing-masing warga, juga diperlukan
adanya kontrol sosial dari masyarakat. Oleh karena itu masyarakat sebagai suatu
kesatuan sosial perlu melakukan upaya pencegahan terhedap penyimpangan sosial
dalam bentuk:
a)
Melalui pertemuan dalam lingkup RT para warga
saling mengungkapkan perlunya menjaga keteraturan sosial dan melakukan peringatan
jika ada hal-hal yang dianggap menyimpang.
b)
Menciptakan suasana yang kondusif bagi
terbentuknya keteraturan sosial. Misalnya mewadahi kegiatan remaja melalui
kegiatan karang taruna dengan arah dan tujuan yang positif.
c)
Memasang peringatan atau ajakan agar warga
selalu tetap menjaga keteraturan sosial, misalnya diberlakukannya aturan bagi
setiap tamu yang bermalam harus melapor ke RT.
d)
Peran serta media massa untuk menyiarkan hal-hal
yang seharusnya dilakukan oleh masyarakat dan hal-hal yang seharusnya
dihindari, karena kadangkala masyarakat menganggap apa yang dilakukan sudah
benar, padahal sebenarnya tidak demikian.
e)
Peran serta kaum pemuka agama untuk menanamkan
kesadaran kepada para pengikutnya agar menjalankan ajaran sesuai dengan nilai
dan norma agama dalam kehidupan sehari-hari. Jangan sampai agama justru
dikorbankan sebagai kedok untuk menyembunyikan penyimpangan sosial.
f)
Peran serta sekolah sebagai institusi pendidikan
untuk menerapkan tata tertib dilengkapi sanksi dan tindakan tegas bagi siswa yang
melanggarnya.
K. Upaya Pengendalian Penyimpangan Sosial
Terjadinya penyimpangan sosial di
tengah kehidupan masyarakat dapat berpengaruh terhadap keteraturan sosial. Oleh
karena itu, perlu dilakukan upaya pengendalian penyimpangan sosial seperti
berikut:[7]
1. Pengendalian Sosial Menurut Tujuannya
Jika dklasifikasikan menurut
tujuannya, pengendalian sosial dapat dibedakan menjadi tiga, yakni tujuan
kreatif, regulatif, dan eksploratif.
a) Tujuan kreatif atau konstruktif
Suatu bentuk pengendalian sosial dikategorikan
bertujuan kreatif apabila pengendalian sosial tersebut diarahkan pada perubahan
sosial yang dianggap bermanfaat. Penerapan wajib belajar 9 tahun yang
dicanangkan pemerintah merupakan salah satu contoh pengendalian sosial yang
merupakan salah satu contohnya. Mengapa demikian? Karena jika setiap penduduk
menaati aturan tersebut, maka bukan saja pemerintah saja yang beruntung karena
memiliki SDM yang berpendidikan, akan tetapi bagi individu memiliki bekal untuk
dapat memperoleh peluang bekerja yang lebih baik dibanding dengan orang yang
tidak memiliki pendidikan sama sekali.
b) Tujuan regulatif
Pengendalian sosial ini dilandaskan pada kebiasaan atau adat istiadat.
Misalnya pemerintah kabupaten mencanangkan wajib jam belajar dari jam 18.00
sampai jam 21.00 bagi setiap penduduk. Hal ini bertujuan agar warga memiliki
kebiasaan yang baik, yakni memanfaatkan waktu luang sebelum tidur untuk
belajar.
c) Tujuan eksploratif
Pengendalian sosial eksploratif
apabila pengendalian tersebut dimotivasikan oleh kepentingan diri, baik secara
langsung maupun tidak. Penerapan tata tertib di sekolah merupakan salah satu
contoh pengendalian sosial yang bertujuan eksplorarif, karena tata tertib
disusun dengan tujuan meningkatkan motivasi siswa dalam mempersiapkan diri
sebagai generasi muda yang berkualitas.
2. Pengendalian Sosial Menurut Pelaksanaannya
Macam-macam teknik pengendalian
sosial jika ditinjau dari aspek pelaksaannya, dapat dilakukan dengan cara
seperti di bawah ini:[8]
a) Cara kompulasi (compulation)
Pengendalian sosial semacam ini
dilakukan dengna menciptakan suatu situasi yang dapat mengubah perilaku
negatif. Misalnya ada siswa yang enggan memakai dasi, maka setiap menemui siswa
yang tidak berdasi ditegur dan dijelaskan pentingnya berdasi.
b) Cara pervasi (pervation)
Pengendalian secara pervasi
dilakukan dengan menyampaikan norma/nilai tersebut melekat dalam jiwa
seseorang, sehingga akan terbentuk sikap seperti apa yang diharapkan.
c) Cara persuasif/tanpa kekerasan
Pengendalian sosial ini lebih
menekankan pada usaha untuk mengajak atau membimbing berupa anjuran agar
berprilaku sesuai norma yang ada.
d) Cara coercive atau cara kekerasan/paksaan
Pengendalian coercive dilakukan
dengan kekerasan jika cara persuasif tidak berhasil.
L. Peran
Lembaga Sosial dalam Mengendalikan Perilaku Penyimpang
Menurut
Gillin dan Gillin suatu lembaga sosial adalah organisasi pola-pola pemikiran
dan pola-pola prilaku yang terwujud melalui aktivitas kemasyarakatan dan
hasil-hasilnya. Lembaga sosial dianggap sebagai peraturan apabila organisasi
pola-pola pemikiran dan prilaku tersebut membatasi serta mengatur prilaku
orang, terutama terhadap prilaku menyimpang. Berikut ini peran beberapa bentuk
lembaga sosial dalam mengendalikan prilaku menyimpang, yaitu polisi,
pengadilan, adat istiadat, dan tokoh masyarakat.
1.
Polisi
Polisi
sebagai aparat keamanan mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya mengendalikan
prilaku menyimpang warga masyarakatnnya. Sesuai dengan status dan
kewenangannya, polisi dapat bertindak untuk mencegah dan mengatasi prilaku
menyimpang warga masyarakat yang melakukan tindak pidana.
2.
Pengadilan
Pengadilan adalah pengendalian terakhir yang ditempuh apabila di masyarakat
Pengadilan adalah pengendalian terakhir yang ditempuh apabila di masyarakat
Terdapat penyimpangan
yang dianggap telah merugikan masyarakat. Pengadilan akan memutuskan seseorang
yang melakukanpenyimpangan berupa hukuman atau denda yang berat atau sesuai
dengan kadar perbuatannya.
3.
Adat
istiadat
Adat
istiadat mengatur pengendalian sosial di masyarakat melalui sanksi terhdap para
pelanggarnya. Oleh karena itu, adat merupakan alat pengendali sosial agar
setiap warga masyarakat berusaha untuk menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan
yang tidak sesuai atau dilarang oleh hukum adat. Di kota besar adat istiadat
kurang berperan dalam mengendalikan prilaku menyimpang. Akan tetapi di
masyarakat pedesaan yang masih bersifat tradisional, adat istiadat sangat
berperan aktif dalam mengatur prilaku masyarakat.
4.
Tokoh
masyarakat
Tokoh
masyarakat adalah orang yang mempunyai kelebihan pengaruh, atau wibawa sehingga
disegani dan dihormati oleh anggotannya. Oleh karena kelebihannya itu, tokoh
masyarakat dapat dijadikan sebagai pemimpin atau panutan, baik formal maupun
nonformal. Dengan demikian tokoh masyarakat mempunyai peran penting dalam
mengendalikan prilaku warga masyarakat yang menyimpang melalui teguran,
nasihat, atau sanksi.
BAB III
KESIMPULAN
Pranata sosial adalah sistem
norma yang mengatur segala tindakan manusia dalam memenuhi kebutuhan pokok
dalam hidup bermasyarakat. Wujud konkrit dari pranata sosial adalah lembaga
sosial. Menurut Gillin dan Gillin, pranata sosial dapat dikelompokkan
berdasarkan perkembangannya, sistem nilai yang diterima oleh masyarakat,
penerimaan masyarakat, penyebarannya, dan fungsinya.
Macam-macam pranata sosial
yaitu pranata keluarga, pranata pendidikan, pranata ekonomi, pranata agama, dan
pranata politik di mana masing-masing pranata tersebut mempunyai perannya
sendiri. Peran lembaga sosial dalam
mengendalikan prilaku menyimpang yaitu dengan mencegah, membatasi, serta
mengatur prilaku masyarakat agar tidak terjadi penyimpangan. Adapun bentuk
lembaga sosial dalam mengendalikan prilaku menyimpang yaitu polisi, pengadilan,
adat istiadat, dan tokoh masyarakat.
Setiap individu,
keluarga, masyarakat dituntut untuk bersosialisasi, berinteraksi, berbudaya,
dan bernegara yang sewajarnya dalam rangka mencari suatu lingkungan yang
tentram di sekitarnya. Hal ini sesuai dengan nilai demokrasi yang sudah marak
dipraktikan, bahwa manusia selalu mendambakan kebebasan pribadi, kebebasan
berpendapat, beragama, berserikat dan sebagainya. Akan tetapi, apabila
kebebasan itu dinodai oleh perilaku yang bertentangan dengan nilai dan norma
sosial, maka akan menimbulkan suatu permasalahan lain yakni penyimpangan
sosial.
Daftar Pustaka
Damanik, Fritz H.S.2009. Fokus Sosiologi: siap ujian
nasional untuk SMA/MA.Jakarta:
Erlangga.
Cahyaningsih, Sri Tutik & Wahyu Adji.2007. Ilmu Pengetahuan Sosial:Sosiologi 2 untuk
SMP/MTs Kelas VIII.Semarang: Aneka Ilmu.
Soekanto,Soerjono.1987. Sosiologi
Suatu Pengantar. Jakarta:Rajawali Pers.
Sudarmi, Sri & Waluyo.2008.Galeri Pengetahuan Sosial Terpadu untuk
SMP/MTs
Kelas VII.Surakarta: CV Putra Nugraha.
Sulistyo, Hasan Budi &
Suprobo, Bambang.2007.IPS Terpadu untuk
Kelas VII.
Jakarta:Erlangga.
PRATANA DAN
PENYIMPANGAN SOSIAL
MAKALAH
Diajukan untuk
Memenuhi Tugas Terstruktur
Mata Kuliah Kapita
Selekta Pend. IPS
Dosen Pengampu : Dra.
Etty Rahmawati, M.Pd
Disusun oleh
Arif Abdul Rohman
Halimatusa’diyah
Yohan Ardiansyah
PROGRAM STUDI T.IPS
SEMESTER 4
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SYEKH NURJATI
CIREBON
2013
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr.wb.
Puji
dan syukur seyogyanya kita panjatkan kehadirat Allah Swt. Meskipun ditengah
rutinitas yang sering kali melelahkan, makalah “Pranata dan Penyimpangan Sosial” dapat kami selesaikan tepat pada
waktunya dalam rangka memenuhi tugas terstruktur mata kuliah Kapita Selekta Pendidikan IPS.
Tidak
lupa kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Etty Rahmawari, M.Pd
selaku dosen
pengampu yang telah membantu kami secara moril. Semoga makalah ini bermanfaat
baik bagi kami selaku penyusun maupun bagi pembaca, serta bagi pengembangan
khasanah ilmu tersebut.
Kami sangat
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu betapapun
kecilnya hikmah yang terkandung, kami berharap dapat memberikan sumbangan bagi
perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya dalam meningkatkan pengetahuan IPS.
Demi perbaikan di kemudian hari, kritik dan saran dari semua pihak akan kami
terima dengan senang hati.
Cirebon, Maret 2013
Penyusun
|
|||
DAFTAR
ISI
Kata
Pengantar.............................................................................................. i
Daftar
isi........................................................................................................ ii
BAB
I PENDAHULUAN............................................................................ 1
A. Latar Belakang................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah............................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan................................................................................. 2
BAB
II PEMBAHASAN............................................................................. 3
A. Pengertian
Pranata Sosial................................................................... 3
B. Ciri Pranata
Sosial.............................................................................. 4
C. Fungsi Pranata
Sosial.......................................................................... 6
D. Macam-macam
Pranata Sosial............................................................ 6
E. Pengertian
Penyimpangan Sosial...................................................... 11
F.
Bentuk-bentuk Penyimpangan Sosial............................................... 14
G. Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Terbentuknya
Perilaku
Menyimpang....................................................................... 16
H. Teori-teori
Penyimpangan Sosial...................................................... 16
I.
Dampak Perilaku Penyimpangan Sosial............................................. 5
J.
Upaya Penjegahan Penyimpangan Sosial......................................... 17
K. Upaya
Pengendalian Penyimpangan Sosial...................................... 19
L. Peran
Lembaga Sosial dalam Mengendalikan Perilaku
Menyimpang..................................................................................... 20
BAB
III KESIMPULAN........................................................................... 22
Daftar
Pustaka............................................................................................ 23
|
|||
[1] Sri Sudarni & Waluyo.Galeri Pengetahuan Sosial Terpadu.Jakarta:CV
Putra Nugraha.2008.Hlm141
[2] Ibid.hlm 141
[3] Ibid.hlm 143
[4] Ibidl.hlm 144
[5] Hasan Budi S & Bambang
S.IPS Terpadu untuk SMP Kelas VII.Jakarta:Erlangga.2007.hlm
183
[6] Op.cit. Sri Sudani & Waluyo.hlm 146
[7] Ibid.hlm 271
[8] Ibid.hlm 272
Tidak ada komentar:
Posting Komentar