Disini Kita Bisa Berbagi Pengetahuan. Semoga Bermanfaat....

Rabu, 27 Maret 2013

FUNGSI-FUNGSI PENDIDIKAN SEBAGAI LEMBAGA KONSERVATIF


BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang
Pada masa sekarang ini pendidikan memiliki peranan yang sangat penting untuk menunjang kehidupan manusia,  karena pada dasarnya manusia dalam melaksanakan kehidupannya tidak lepas dari pendidikan. Sebab pendidikan berfungsi untuk meningkatkan kualitas manusia itu sendiri. Namun realitanya, masih banyak masyarakat yang tidak mengetahui betapa pentingnya pendidikan.
Tuntutan pendidikan dalam kehidupan manusia sangat komplek, hal ini terbukti dengan banyaknya orang yang tidak berpendidikan status sosialnya kurang diperhatikan atau terkesampingkan. Misal dalam dunia kerja, banyak perusahaan yang menerima para pekerjanya mula-mula ditanya pendidikan terakhir. Hal itu membuktikan bahwa pendidikan pengaruhnya besar dalam kehidupan.
Dengan diadakannya pendidikan, maka sedikitnya dapat memberikan wawasan dan pengetahuan dengan mengembangkan potensi yang dimiliki setiap manusia sehingga kehidupan masyarakat lebih baik.

B.     Rumusan Masalah
1.        Apa dan bagaimana pengertian fungsi pendidikan sebagai lembaga konservatif?
2.        Bagaimana paradigma pendidikan konsevatif?
3.        Bagaimana tujuan pendidikan konservatif?
4.        Apakah kelemahan dan kelebihan dari pemikiran pendidikan konservatif?
5.        Apa saja fungsi-fungsi pendidikan konservatif ?
C.    Tujuan Penulisan
1.      Memahami pengertian fungsi pendidikan sebagai lembaga konservatif.
2.      Memahami paradigm pendidikan konservatif.
3.      Memahami tujuan pendidikan konsevatif.
4.      Memahami kelemahan dan kelebihan dari pemikiran pendidikan konservatif.
5.      Mengetahui dan memahami fungsi pendidikan Konservatif.
BAB II
PEMBAHSAN

FUNGSI-FUNGSI PENDIDIKAN SEBAGAI LEMBAGA KONSERVATIF

A.    Pengetian Konservatif
Istilah konservatif berasal dari kata dalam bahasa Latin conservare, yang dapat diartikan “melestarikan, menjaga, memelihara, mengamalkan”. Karena berbagai budaya memiliki nilai-nilai yang mapan dan berbeda-beda, maka kaum konservatif di berbagai kebudayaan mempunyai tujuan yang berbeda-beda pula. Hal yang sama dikemukakan oleh Farida (2009) yang menyatakan bahwa konservatif berasal dari bahasa latin com servare, yang artinya "melindungi dari kerusakan/kerugian". Jadi orang yg dinamakan "kolot/konservatif" adalah orang yang tidak mau melakukan perubahan karena kuatir mempunyai dampak yang tidak baik terhadap dirinya maupun lingkungan. Samuel Francis mendefinisikan konservatisme yang otentik sebagai “bertahannya dan penguatan orang-orang tertentu dan ungkapan-ungkapan kebudayaannya yang dilembagakan. Roger Scruton menyebutnya sebagai “pelestarian ekologi sosial” dan “politik penundaan, yang tujuannya adalah mempertahankan, selama mungkin, keberadaan sebagai kehidupan dan kesehatan dari suatu organisme sosial. [1] Dengan demikian konservatisme adalah sebuah filsafat politik yang mendukung nilai-nilai tradisional yang harus dipertahankan.

Sebagian pihak konservatif berusaha melestarikan status quo, sementara yang lainnya berusaha kembali kepada nilai-nilai dari zaman yang lampau, the status quo ante. Menurut Giroux dan Aronowitz (1985), konservatif dibangun berdasarkan keyakinan bahwa bahwa masyarakat, dalam hal ini peserta didik, pada dasarnya tidak merencanakan perubahan atau mempengaruhi perubahan sosial[2]. Dengan pandangan seperti itu, para pendidik yang menggunakan paradigma konservatif menganggap peserta didik tidak memiliki kekuatan atau kekuasaan untuk melakukan perubahan atas kondisi mereka.

B.     Paradigma Pendidikan Konservatif
Pandangan pendidikan konservatif tentang hakikat manusia menurut filsafat pandidikan konsevatif, mausia hanya menduduki posisi sebagai objek pasif. Manusia dipandang sebagai objek dari kebijakan Tuhan sehingga dia tidak memiliki daya upaya untuk merubah nasib hidupnya. Apa yang telah dirasakan apa yang telah dijalani, dan apa yang menjadi miliknya maka itulah yag terbaik bagi mereka, inilah karakter aliran filsafat perenialis itu. Manusia konservatif tidak mampu membaca relasi-relasi sosial yang mempengaruhi nasib hidupnya, baik secara langsung ataupun tidak langsung. Dia tidak bisa membantah kondisi sosial atau nasibnya disebabkan keyakinan yang fatalistik. Dalam diri manusia konservatif meyakini bahwa nasib, perbuatan baik maupun buruk, adalah ketetapan (takdir) dari Tuhan.[3]

Oleh karena itu manusia konservatif dikategorikan pada tipe berkesadaran magis. Paradigma koservatif dalam pandangan Islam mengenal hakikat manusia sebagai objek statis tanpa kebebasan berekspresi, berkreasi dan berdialektika dengan beragam persoalan hidupnya. Orientasi pendidikan konservatif cenderung untuk melestarikan norma-norma kemapanan, hal inipun senafas dengan aliran esnsialisme. Apliaksi nyata konsep manusia sebagai objek statis bisa dilihat dalam praktek-praktek pembelajaran yang tertuang dalam metode-metode seperti menghafal (muhafadzah), membaca (qiraah), dan menerjemah (tarjamah), mendengar (istima’) dan sebagainya. Manusia diposisikan sebagai objek statis dan wajib taat kepada guru. Dalam istilahnya kaum santri dikenal semboyan smi’na waato’na. Ketika kiayi atau ustadz mengajar atau memberikan intruksi murid-murid wajib mendengarkan atau mentaatinya. Dalam pandangan filsafat konsevatif potensi-potensi konflik (kontardiksi) dalam relitas sosial selalu di hindari. Pendidikan konservatif selalu mengutamakan harmoni hubungan antar relasi-relsi, sehingga hidup ini selalu dijalani dengan sabar dan tanpa neko-neko atau bermacam-macam, pasrah dan tunduk pada norma-norma mapan[4].

Dengan demikian pendidikan bagi kaum konservatif diibaratkan sebagai proses menerima, bersabar atau menanggung nasib dengan penuh keyakinan bahwa mereka yakin akan mendapatkan kebahagiaan kelak di akhirat. Paradigma pendidikan konservatif anti perubahan dan tidak mengarah pada progresif. Tidak ada prinsip persaingan hidup, apalagi harus merubah nasib sesuai dengan kehendaknya sendiri.

C.    Tujuan Konservatif
Bagi kaum konservatif, tujuan atau asaran pendidikan adalah sebagai sarana pelestarian dan penerusan pola-pola kemapanan sosial serta tradisi-tradisi. Berciri "orientasi ke masa kini", para pendidik konservatif sangat menghargai masa silam, namun terutama memusatkan perhatiannya pada kegunaan dan pola-pola belajar mengajar didalam konteks sosial yang ada sekarang ini. Ia ingin mempromosikan perkembangan masyarakat kontemporer yang seutuhnya dengan cara memastikan terjadinya perubahan yang perlahan-lahan dan bersifat organis yang sesuai dengan keperluan-keperluan legal intitusional suatu kemapanan. Selain itu konservatisme juga bertujuan untuk mendorong pemapanan dan penghargaan bagi lembaga-lembaga, tradisi-tradisi dan proses-proses budaya yang sudah teruji oleh waktu, termasuk rasa hormat yang tinggi.[5] Dengan demikian, kaum konservatif menganggap bahwa meneruskan informasi dan keterampilan yang sesuai, supaya berhasil dalam tatanan soial yang ada, adalah merupakan tujuan lembaga pendidikannya.

D.    Kelemahan dan Kelebihan Konsep Pendidikan Konservatisme
Berdasarkan faham konservatif  kebenaran yang diajarkan di dalam pendidikan adalah kebenaran yang condong dikatakan mutlak benar, bersifat wahyu, relatif tanpa kritik. Pendidikan yang seperti ini banyak di pakai di abad pertengahan oleh pihak agamawan, maupun sampai sekarang juga dipakai oleh pihak agamawan, tanpa memberi kesempatan untuk siswa berpikir yang berbeda, atau meminimkan perkembangan intelektual dari siswanya. Perbedaan bukan dianggap sebagai hal yang biasa, melainkan sudah dianggap sebagai perselisihan yang kadang dianggap sebagai sebuah perlawanan atau pemberontakan. Bisa kita pahami, mengapa ketika Galileo berbeda dari pihak gereja tentang pusat tatasurya, maka yang ada adalah anggapan pemberontakan yang berakhir di ujung kematiannya.
Konservatisme pada dasarnya adalah posisi yang mendukung ketaatan terhadap lembaga-lembaga dan proses-proses budaya yang sudah teruji oleh waktu (sudah cukup tua atau dan mapan), didampingi dengan rasa hormat mendalam terhadap hukum dan tatanan, sebagai landasan perubahan sosial yang konstruktif". Pendidikan yang konservatif beranggapan bahwa sasaran utama sekolah adalah pelestarian dan penerusan pola sosial serta tradisi-tradisi yang sudah mapan.[6]
Penulis tidak mengatakan bahwa sistem konservatif ini jelek, harus dirubah atau mesti diganti, tapi marilah kita melihat kenyataan bahwa sistem yang menggunakan Pandangan ini mengandung beberapa kelemahan meski juga mengandung beberapa kelebihan.

Kelemahannya adalah, bahwa dengan penerapan sistem pedagogy ini, manusia (dalam hal ini adalah siswa) yang memiliki keunikan sendiri, yang memiliki talenta sendiri, memiliki minat sendiri, memiliki kelebihan sendiri, menjadi tidak berkembang, menjadi tidak bisa mengeksplor dirinya sendiri, tidak mampu menyampaikan kebenarannya sendiri, sebab yang memiliki kebenaran adalah masa lalu, adalah sesuatu yang sudah mapan dan sudah ada sampai sekarang. Perbedaan bukanlah menjadi hal yang biasa, melainkan jika ada yang berbeda itu akan dianggap sebagai sebuah perlawanan dan pemberontakan.

Tetapi Pedagogy memiliki kelebihan tersendiri, yakni di dalam menjaga rantai keilmuan yang sudah diawali oleh orang-orang terdahulu, maka rantai emas dan benang merah keilmuan bisa dilanjutkan oleh generasi mendatang. Generasi mendatang tidak perlu mulai dari nol lagi, melainkan tinggal melanjutkan apa yang sudah ditemukan, apa yang sudah dirintis, apa yang sudah dimulai oleh generasi mendatang[7].

Jadi dapat dipahami bahwa konsep konservatif  yang biasanya dipakai di dalam pendidikan yakni bahwa pendidikan itu menempatkan murid/siswa sebagai obyek di dalam pendidikan, mereka mesti menerima pendidikan yang sudah di set up oleh sistem pendidikan, di set up oleh gurunya/pengajarnya apa-apa saja yang harus dipelajari, materi-materi apa saja yang akan diterima, yang akan disampaikan, metode panyampaiannya, dan lain-lain. Itu semua tergantung kepada pengajar dan tergantung kepada sistem. Murid sebagai obyek dari pendidikan.
E.     Fungsi-fungsi konservatisme
Wuradji (1988) menyatakan bahwa pendidikan sebagai lembaga konservatif mempunyai fungsi-fungsi sebagai berikut. (1) Fungsi kontrol sosial (2) Fungsi pelestarian budaya Masyarakat (3) Fungsi seleksi dan alokasi dan lain sebagainya. Tapi berdasarkan satuan acara perkuliahan, dalam makalah ini kami hanya mencantumkan tiga fungsi saja.

1.      Fungsi Kontrol Sosial
Proses Kontrol Sosial adalah Proses pengawasan/pengendalian oleh pendidik terhadap tingkah laku anak didik berupa kontrol psikologis dan nonfisik, ini merupakan tekanan mental terhadap individu sehingga individu akan bersikap dan bertindak sesuai penilaian masyarakat.

Dalam arti yang sempit dengan kontrol sosial dimaksud pengendalian eksternal atas kelakuan individu oleh orang lain yang memegang otoritas atau kekuasaan.
Manfaat dengan adanya kontrol sosial yaitu:
a)      Terjaminnya kelangsungan kehidupan masyarakat.
b)      Terjadinya keterpaduan di dalam masyarakat.
c)      Terjadinya proses pembentukan kepribadian sesuai keinginan kelompok masyarakat tersebut.

Sedangkan cara-cara melakukan kontrol sosial adalah sebagai berikut:
a)      Mempertebal keyakinan anggota masyarakat akan kebaikan norma-norma masyarakat.
b)      Memberi penghargaan kepada anggota masyarakat yang taat pada norma-norma sosial.
c)      Mengembangkan rasa malu dalam diri anggota masyarakat bila menyimpang dari norma-norma sosial.
d)     Menimbulkan rasa takut bila melanggarnya.
e)      Menciptakan sistem baku, yaitu tata tertib beserta sanksi-sanksi tegas.
Sekolah dalam menanamkan nilai-nilai dan loyalitas terhadap tatanan tradisional masyarakat harus juga berfungsi sebagai lembaga pelayanan sekolah untuk melakukan kontrol sosial. Melalui pendidikan semacam ini individu bisa mengambil nilai-nilai sosial dan melakukan interaksi dalam kehidupannya sehari-hari.

Sekolah sebagai lembaga yang berfungsi untuk mempertahankan dan mengembangkan proses sosialisasi serta kontrol sosial diharapkan bisa mendidik peserta didiknya lebih berkualitas. Sehingga tatanan masyarakat bisa terjalin dengan baik. Selain itu, sekolah juga berfungsi sebagai alat pemersatu dan segala aliran dan pandangan hidup yang dianut oleh para siswa. Sebagai contoh sekolah di Indonesia, sekolah harus menanamkan nilai-nilai Pancasila yang dianut oleh bangsa dan negara Indonesia kepada anak-anak di sekolah.[8]

Jadi, Dapat disimpulkan bahwa pendidikan berfungsi sebagai kontrol sosial. Sekolah mengajarkan kita nilai-nilai tertentu seperti, ketaatan, disiplin, hormat ketekunan, dan ketepatan waktu. Sekolah juga mengajarkan kita sesuai, melainkan mendorong kita untuk menjadi baik dan menjadi warga negara yang taat hukum.

2.      Pelestarian Budaya
Pendidikan juga berfungsi sebagai agen dalam transmisi budaya. Sebagai lembaga pendidikan, sekolah melakukan fungsi conservable untuk mengirimkan budaya yang dominan. Dalam bersekolah, generasi muda terkena norma-norma keyakinan, dan nilai-nilai yang telah lama ada di suatu budaya tertentu.[9]

Sekolah di samping mempunyai tugas untuk mempersatu budaya-budaya etnik yang beraneka ragam juga harus melestarikan nilai-nilai budaya daerah yang masih layak dipertahankan seperti bahasa daerah, kesenian daerah, budi pekerti dan suatu upaya mendayagunakan sumber daya lokal bagi kepentingan sekolah dan sebagainya.

Sebagai contoh adalah adanya kurikulum pendidikan yang mengadakan pelajaran muatan lokal. Khusus di daerah Jawa Barat untuk pelestarian budaya di setiap sekolah diwajibkan adanya muatan lokal yaitu mata pelajaran bahasa Sunda serta kesenian setempat. Begitu juga untuk daerah-daerah yang ada di Indonesia, dimaksudkan supaya siswa lebih cinta terhadap daerahnya serta tanah air.

Fungsi sekolah berkaitan dengan konservasi nilai-nilai budaya daerah ini ada dua fungsi sekolah yaitu pertama sekolah digunakan sebagai salah satu lembaga masyarakat untuk mempertahankan nilai-nilai tradisional masyarakat dari suatu masyarakat pada suatu daerah tertentu umpama sekolah di Jawa Tengah, digunakan untuk mempertahankan nilai-nilai budaya Jawa Tengah, sekolah di Jawa Barat untuk mempertahankan nilai-nilai budaya Sunda, sekolah di Sumatera Barat untuk mempertahankan nilai-nilai budaya Minangkabau dan sebagainya. Kedua sekolah mempunyai tugas untuk mempertahankan nilai-nilai budaya bangsa dengan mempersatukan nilai-nilai yang ada yang beragam demi kepentingan nasional. Untuk memenuhi dua tuntutan itu maka perlu disusun kurikulum yang baku yang berlaku untuk semua daerah dan kurikulum yang disesuaikan dengan kondisi dan nilai-nilai daerah tertentu.
Oleh karena itu sekolah harus menanamkan nilai-nilai yang dapat menjadikan psera didik menjadi sosok yang mencintai daerahnya dan mencintai bangsa dan tanah airnya.

3.      Fungsi seleksi, latihan dan pengembangan tenaga kerja.
Jika kita amati apa yang terjadi dalam masyarakat dalam rangka menyiapkan tenaga kerja untuk suatu jabatan tertentu, maka di sana akan terjadi tiga kegiatan yaitu kegiatan, latihan untuk suatu jabatan dan pengembangan tenaga kerja tertentu.
Proses seleksi ini terjadi di segala bidang baik ketika hendak masuk sekolah maupun hendak masuk pada jabatan tertentu. Untuk masuk sekolah tertentu harus mengikuti ujian tertentu, untuk masuk suatu jabatan tertentu harus mengikuti testing kecakapan tertentu. Sebagai contoh untuk dapat masuk pada suatu sekolah menengah tertentu harus menyerahkan nilai EBTA Murni (NEM). Dan nilai NEM yang masuk dipilih nilai NEM yang tinggi dari nilai tertentu sampai nilai yang terendah. Jika bukan nilai yang menjadi persyaratan yang ketat tetapi biaya sekolah yang tak terjangkau untuk masuk sekolah tertentu. Oleh karena itu anak yang nilainya rendah dan ekonominya lemah tidak kebagian sekolah yang mutunya tinggi. Demikian pula untuk memangku jabatan pada pekerjaan tertentu, mereka yang diharuskan mengikuti seleksi dengan berbagai cara yang tujuannya untuk memperoleh tenaga kerja yang cakap dan terampil sesuai dengan jabatan yang akan dipangkunya.

Sekolah sebagai lembaga yang berfungsi untuk latihan dan pengembangan tenaga kerja mempunyai dua hal sebagai berikut:
a)      Sekolah digunakan untuk menyiapkan tenaga kera profesional dalam bidang spesialisasi tertentu. Untuk memenuhi ini berbagai bidang studi dibuka untuk menyiapkan tenaga ahli dan terampil dan berkemampuan yang tinggi dalam bidangnya.
b)      Dapat digunakan untuk memotivasi para pekerja agar memiliki tanggung jawab terhadap kanier dan pekerjaan yang dipangkunya. 

Sekolah mengajarkan bagaimanan menjadi seorang yang akan memangku jabatan tertentu, patuh terhadap pimpinan, rasa tanggung jawab akan tugas, disiplin mengerjakan tugas sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan. Sekolah juga mendidik agar seseorang dapat menghargai harkat dan martabat manusia, memperlakukan manusia sebagai manusia, dengan memperhatikan segala bakat yang dimilikinya demi keberhasilan dalam tugasnya.

Sekolah mempunyai fungsi pengajaran, latihan dan pendidikan. Fungsi pengajaran untuk menyiapkan tenaga yang cakap dalam bidang keahlian yang ditekuninya. Fungsi latihan untuk mendapatkan tenaga yang terampil sesuai dengan bidangnya, sedang fungsi pendidikan untuk menyiapkan seorang pribadi yang baik untuk menjadi seorang pekerja sesuai dengan bidangnya. Jadi fungsi pendidikan ini merupakan pengembangan pribadi sosial.











BAB III
PENUTUP


Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas fungsi konservatif pendidikan adalah bagaimana mewariskan dan mempertahankan identitas dan cita-cita suatu masyarakat. Sedangkan fungsi progressif pendidikan adalah bagaimana aktivitas pendidikan dapat memberi pembekalan dan pengembangan pengetahuan, nilai-nilai dan keterampilan, sehingga generasi penerus memiliki kemampuan dan kesiapan untuk menghadapi tantangan kehidupan masa depan.

Dalam sebuah pendidikan erat kaitannya dengan suatu lembaga pendidikan khususnya formal seperti sekolah. Bahwa sekolah merupakan suatu lembaga pendidikan yang berperan penting di dalam penyaluran bakat-bakat setiap individu, dimana di dalam pendidikan terdapat fungsi-fungsi yang akan mengarahkan individu pada kedewasaan baik secara fisik maupun mental. Selain sekolah sebagai lembaga pendidikan yang berperan didalam menyalurkan bakat-bakat, pendidikan juga berfungsi sebagai agen kontrol sosial, pelestari kebudayaan dan seleksi dan latihan, dimana didalam menjalankan fungsinya sekolah sebagai lembaga pendidikan harus mampu mengontrol (mengendalikan) para peserta didik untuk menjalankan tugasnya sebagaimana mestinya.











Daftar Pustaka


Baidhawy, Zakiyuddin.2005. Pendidikan Berwawasan Mulitikulltur. Jakarta:
Erlangga.
Martini M, Sri.2009. Pengantar Ilmu Pendidikan. Jakarta: Fakultas Ilmu Pedidikan.
Nasution. 2010. Sosiologi Pendidikan.Jakarta: Bumi Aksara.
Oneil F, William.2002. Ideologi-Ideologi Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka  Pelajar.























KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb.
Puji dan syukur seyogyanya dipanjatkan kehadirat Allah Swt. Meskipun ditengah rutinitas yang sering kali melelahkan, makalah “Fungsi-fungsi Pendidikan sebagai Lembaga Konservatif” dapat diselesaikan tepat pada waktunya dalam rangka memenuhi tugas mandiri mata kuliah Filsafat Pendidikan.
Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada Aip Syarifudin, M.Pdi selaku dosen pengampu yang telah membantu kami secara moril. Semoga makalah ini bermanfaat baik bagi kami selaku penyusun maupun bagi pembaca, serta bagi pengembangan khasanah ilmu tersebut.
Kami sangat menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu betapapun kecilnya hikmah yang terkandung, kami berharap dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya dalam meningkatkan pemahaman tentang fungsi pendidikan sebagai lembaga konservatif. Demi perbaikan di kemudian hari, kritik dan saran dari semua pihak akan kami terima dengan senang hati.

                              
                                                                                Cirebon, 30 Nopember 2012
                                                                                                 

                                                                     Penyusun






i
 
 

DAFTAR ISI


Kata Pengantar.............................................................................................. i
Daftar isi........................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................ 1
A.    Latar Belakang................................................................................... 1
B.     Rumusan Masalah............................................................................... 1
C.     Tujuan Penulisan................................................................................. 1

BAB II PEMBAHASAN............................................................................. 2
A.    Pengertian Konservatif....................................................................... 2
B.     Paradigma Pendidikan Konservatif ................................................... 3
C.     Tujuan Konservatif............................................................................. 4
D.    Kelemahan dan Kelebihan Konsep Pendidikan Konservatisme........ 4
E.     Fungsi-fungsi Konservatisme............................................................. 6

BAB III KESIMPULAN........................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA................................................................................ 11








ii
 
 

FUNGSI-FUNGSI PENDIDIKAN
SEBAGAI LEMBAGA KONSERVATIF

MAKALAH
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mandiri
Mata Kuliah Filsafat Pendidikan
Dosen Pengampu : Aip Syarifudin, M.Pdi




Disusun oleh
Arif Abdul Rohman
NIM. 14111410007




PROGRAM STUDI T.IPS SEMESTER 3
FAKULTAS TARBIYAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SYEKH NURJATI
CIREBON
2012


 


[1] Willian Oneil F.Ideologi-Ideologi Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.2002.hlm
[2] Ibid. hlm 32
[5] Op.cit William Oneil F. hlm 35
[6] Sri Martini M. Pengantar Ilmu Pendidikan.Jakarta: Fakultas Ilmu Pedidikan.2009. hlm 18
[7] Ibid. hlm 19
[8] Nasution. Sosiologi Pendidikan.Jakarta: Bumi Aksara.2010. hlm 17
[9] Zakiyuddin Baidhawy. Pendidikan Berwawasan Mulitikulltur.Jakarta: Erlangga.2005. hlm 30

Pranata dan Penyimpangan Sosial


BAB I
PENDAHULUAN



A.    Latar Belakang
Manusia merupakan makhluk sosial. Artinya manusia tidak dapat hidup sendiri dalam menjalankan kehidupannya sehingga ia membutuhkan orang lain guna memenuhi kebutuhannya. Antara manusia yang satu dengan manusia yang lainnya tentunya saling berhubungan satu sama lain. Untuk mengatur kehidupan mereka agar tetap harmonis serta menjaga keseimbangan hidup dalam bermasyakat tentunya harus ada aturan-aturan atau norma guna membatasi prilaku anggota masyarakat. Norma-norma itu terdapat dalam pranata sosial. pranata sosial sangat dibutuhkan oleh masyarakat karena peranannya yang sangat penting.
Jika kita amati pola kehidupan masyarakat pastilah akan dijumpai orang-orang tertentu yang dianggap baik perilakunya dan ada pula yang dianggap tidak baik. Pemahaman baik tidak baik tersebut selalu dikaitkan dengan ukuran yang dipakai sebagai pedoman perilaku masyarakat setempat. Bentuk-bentuk perilaku yang dianggap tidak baik oleh masyarakat merupakan tindakan perilaku menyimpang yang kemudian dikenal dengan penyimpangan sosial.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apakah  pengertian dari pranata sosial?
2.      Bagaimana ciri-ciri pranata sosial?
3.      Adakah fungsi dari pranata sosial?
4.      Apa dan bagaimana macam-macam pranata sosial?
5.      Apakah pengertian dari penyimpangan sosial?
6.      Bagaimana bentuk-bentuk penyimpangan sosial?
7.      Apa faktor-faktor yang menjadi penyebab terbentuknya perilaku menyimpang?
8.      Apa dan bagaimana teori-teori penyimpangan sosial?
9.      Bagaimana dampak jika terdapat individu atau kelompok yang melakukan penyimpangan sosial?
10.  Upaya apa yang harus dilakukan untuk mencegah terjadinya penyimpangan sosial?
11.  Bagaimana upaya pengendalian sosial perihal adanya penyimpangan sosial?
12.  Apa dan Bagaimana peran lembaga sosial dalam mengendalikan perilaku menyimpang?

C.    Tujuan Penulisan
1.      Memahami pengertian penyimpangan sosial.
2.      Mengetahui ciri-ciri dari pranata sosial.
3.      Mengetahui fungsi-fungsi pranata sosial.
4.      Mengetahui macam-macam pranata sosial.
5.      Memahami pengertian dari penyimpangan sosial.
6.      Memahami bentuk-bentuk penyimpangan sosial.
7.      Mengetahui faktor-faktor yang menjadi penyebab terbentuknya perilaku menyimpang.
8.      Memahami beberapa teori-teori penyimpangan sosial.
9.      Memahami dampak jika terdapat individu atau kelompok yang melakukan penyimpangan sosial.
10.  Mengetahui upaya yang harus dilakukan untuk mencegah terjadinya penyimpangan sosial.
11.  Mengetahui upaya pengendalian sosial terhadap penyimpangan sosial.
12.  Mengetahui peran lembaga sosial dalam mengendalikan perilaku menyimpang.

















BAB II
PEMBAHASAN



A.    Pengertian Pranata Sosial
Pranata sosial berasal dari istilah bahasa Inggris social institution. Istilah-istilah lain pranata sosial ialah lembaga sosial dan bangunan sosial. Walaupun istilah yang digunakn berbeda-beda, tetapi social institution menunujuk pada unsur-unsur yang mengatur prilaku anggota masayarakat. Pranata juga berasal dari bahasa latin institure yang berarti mendirikan. Kata bendanya adalah institutio yang berarti pendirian. Dalam bahasa Indonesia institution diartikan institusi (pranata) dan institut (lembaga). Institusi adalah system norma atau aturan yang ada. Institut adalah wujud nyata dari norma-norma. Pranata adalah seprangkat aturan yang berkisar pada kegiatan atau kegiatan tertentu. Pranata termasuk kebutuhan social. Seperangkat aturan yang terdapat dalam pranata termasuk kebutuhan social. Seperangkat aturan yang terdapat dalam pranata berpedoman pada kebudayaan. Pranata merupakan seperangkat aturan, berarti bersifat abstrak. Wujud nyata dari pranata adalah lembaga (institut). Untuk jelasnya lihat bagan di bawah ini. PRANATA DAN LEMBAGA No. Kegiatan dan Kebutuhan Pranata Lembaga.
1.      Makanan, pakaian, perumahan perdagangan Keluarga Abimanyu.
2.      Peran serta politik Pemilihan umum Lembaga Pemilihan Umum.
3.      Pengembangan keturunan pernikahan KUA, Catatan Sipil, Gereja.

Menurut Koentjaraningrat, istilah pranata dan lembaga sering dikacaukan pengertiannya. Sama halnya dengan istilah institution dengan istilah institute. Menurut Koentjaraningrat, istilah institute dalam bahasa Indonesiaberaryi lembaga, sedangkan institution adalah pranata. Hal itu berarti bahwa pranata dan lembaga memiliki makna yang berbeda. Pranata merupakan system norma atau aturan-aturan mengenai suatu aktivitas khusus, sedangkan lembaga adalah badan atau organisasi yang melaksanakan aktivitas tersebut.




B.     Ciri Pranata Sosial
Dalam buku Sosiologi suatu pengantar, tulisan Soerjono Soekanto, tahun 1987, disebutkan bahwa ia menggaris bawahi pendapat John Levis Gillin dan John Philillpe Gillin yang memuat beberapa ciri umun pranata social seperti berikut:
1.      Pranata social merupakan suatu organisasi pola pemikiran dan pola prilaku yang terwujud melalui aktivitas kemasyarakatan yanga hasilnya terdiri atas adat istiadat, tata kelakuan, kebiasaan, serta unsure-unsur kebudayaan yang secara langsung atau tidak langsung tergabung dalam satu unit yang funsional.
2.      Hampir semua pranata social mempunyai suatu tingkat kekelan tertentu sehingga orang menganggapnya sebagai himpunan norma yang sudah sewajarnya harus dipertahankan. Suatu system kepercayaan dan aneka macam tindakan, baru akan menjadi bagian pranata social setelah melewati waktu yang sangat lama.
3.      Pranata social mempunyai satu atau beberapa tujuan tertentu.
4.      Pranat social mempunyai alat perlengkapan yang digunakan untuk mencapai tujuan.
5.      Pranta social biasanya memiliki lambing-lambang tertentu yang secara simbolis menggambarkan tujuan dan fungsinya.
6.      Pranata social mempunyai suatu tradisi tertulis ataupum tidak tertulis yang merupakan dasar bagi pranta yang bersangkutan dalam menjalankan fungsinya. Tradisi tersebut merumuskan tujuan dan tata tertib yang berlaku.

Beberapa tipe pranata sosial Tipe-tipe pranata social dapat diklasifikasikan dari berbagai sudut. Berikut ini dikemukakan beberapa tipe pranata social menurut Gillin dan Gillin (Soerjono Soekanto, 1987).

1.      Dari sudut perkembangan
Dari sudut perkembangannya dikenal dua macam prnata social, yaitu crescive institution dan enacted institutions.
a.       Crescive institution, pranata social yang tidak sengaja tumbuh dari adat istiadat masyarakat sehingga disebut juga pranata yng paling primer. Contoh pranata hak milik, perkawinan, dan agama.
b.      Enacted institutions, pranat yang sengaja dibentuk untuk mencapai tujuan tertentu. Contoh: Pranata utang-piutang dan pranata pendidikan. Meskipun pranata itu dibentuk dengan sengaja, tetapi tetap berakar pada kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat.

2.      Dari sudut system nilai yang diterima oleh masyarakat.
dari sudut nilai yang diterima oleh masyarakat dikenal dua macam pranata social, yaitu basic institutions dan subsidiary institutions.
a.       Basic institutions, pranata social yang penting untuk memelihara dan mempertahankan tata tertib dalam masyarakat, misalnya keluarga, sekolah, dan negara.
b.      Subsidiary institutions, pranata social yang berkaitan dengan hal yang dianggap oleh masyarakat kurang penting, misalnya rekreasi. Ukuran yang digunakan untuk menentukan penting dan tidaknya suatu pranta social sangat bergantung pada kondisi masyarakat yang bersangkutan.

3.      Dari sudut penerimaan masyarakat
Dari sudut penerimaan masyarakat dikenal dua macam pranata social, yaitu approved institution dan sanctioned institutions serta unsanctioned institutions.
a.       Approved institution dan sanctioned institutions, pranata yang diterima oleh masyarakat, seperti sekolah dan perdagangan.
b.      Unsanctioned institutions, pranata social yang ditolak oleh masyarakat meskipun masyarakat tidak mampu memberantasnya, misalnya pemerasan, kejahatan, dan pencolengan.

4.      Dari sudut penyebaran
Dari sudut penyebarannya dikenal dua macam pranata social, yaitu general institutions dan restricted institutions.
a.       General institutions, pranata yang dikenal oleh sebagian besar masyarakat dunia. Misalnya pranta agama, hak-hak asasi manusia (HAM).
b.      Restricted institutions, yaitu pranata social yang hanya dikenal oleh sebagian masyarakat tertentu. Misalnya pranata agama Islam, Katolik, Kristen Protestan, Hindu, dan Buddha.



5.      Dari sudut fungsi
Dari sudut fungsi dikenal dua macam pranata social, yaitu operative institutions dan regulative Institution.
a.       Operative institutions, pranata social yang berfungsi menghimpun pola-pola atau cara-cara yang diperlukan untuk mencapai tujuan dari masyarakat yang bersangkutan, misalnya pranata industry.
b.      Regulative Institution, pranata social berfunsi mengawasi adat istiadat atau tata kelakuan yang ada dalam masyarakat, misalnya pranata hukum, seperti kejaksaan dan pengadilan.

C.    Fungsi Pranata Sosial
Pranata sosial merupakan suatu aturan yang keberadannya memang dikehendaki dan dibutuhkan oleh anggota masyarakat. Dengan demikian, bagi kehidupan masyarakat pranata social menjadi suatu bentuk tata kelakuan yang harus dipenuhi oleh tiap individu dalam mengadakan hubungan social. Pranata social mengatur hubungan social yang berlangsung antarindividu sehingga dalam hubungan tersebut masing-masing pihak bertindak sesuai posisi dan perannya.
Suatu pranata yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pokok manusia pada dasarnya mempunyai beberapa fungsi sebagai berikut:
1.      Memberikan pedoman kepada anggota masyarakat tentang bagaimana mereka harus bersikap atau berprilaku dalam menghadapi masalah-masalah di dalam masyarakat terutama yang menyangkut kebutuhan dari yang bersangkutan.
2.      Menjaga keutuhan dari masyarakat yang bersangkutan.
3.      Memberikan pegangan kepada masyarakat untuk mengadakan sisten pengendalian sosial (social control), yang maksudnya untuk mengadakan sistem pengawasan dari masyarakat terhadap prilaku anggotanya.

D.    Macam-macam Pranata Sosial
1.      Pranata Keluarga
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat. Pada hakikatnya komponen keluarga terdiri ayah, ibu, dan anak. Tiap-tiap anggota keluarga menjalankan hak dan kewajiban, serta peranannya masing-masing. Keluarga mempunyai aturan atau norma yang harus ditaati oleh anggota keluarganya. Pranata keluarga adalah sistem norma yang mengatur tindakan manusia dalam hubungannya dengan lembaga keluarga. Karena keluarga terdiri atas beberapa orang, maka sering disebut sebagai kesatuan social yang paling kecil. Keluarga merupakan kelompok yang sangat penting pengaruhnya terhadap proses sosialisasi anak. Adapun fungsi pranata keluarga yaitu sebagai berikut:

a.       Fungsi pengaturan kebutuhan biologis.
Pranata keluarga mengatur hubungan biologis dengan lawan jenis (suami istri) sesuai dengan norma-norma yang telah ditentukan. Masyarakat kita mengganggap bahwa hubungan biologis antara dua orang yang berlawanan jenis dianggap sah, apabila keduanya telah resmi menjadi suami istri melalui pernikahan.

b.      Fungsi reproduksi
       Fungsi reproduksi artinya fungsi untuk melanjutkan keturunan atau generasi penerus.

c.       Fungsi ekonomi
Setiap keluarga mengatur kegiatan ekonominya dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidup.

d.      Fungsi edukatif
       Keluarga merupakan tempat berlangsungnya sosialisasi primer anak agar tidak terjadi penyimpangan social. Dalam hal ini ayah dan ibu bertugas mendidik anak-anaknya yang berkaiatan dengan norma-norma social.

e.       Fungsi sosialisasi
       Proses sosialisasi berkaitan erat dengan fungsi pendidikan, yaitu melatih dan mendidik anak di lingkungan keluarga agar kelak nanti dapat diterima menjadi anggota masyarakat dengan mengenalkan nilai-nilai dan norma yang berlaku di masyarakat.




f.       Fungsi religius
Fungsi religius artinya keluarga berkewajiban mendidik dan mengajak anak untuk diperkenalkan dengan kehidupan beragama seperti melaksanakan agama sesuai aturan agama-agama masing-masing. 
g.      Fungsi penyaluran perasaan/emosional (Afeksi)
Keluarga sebagai tempat penumpahan anggota perasaan antaranggota keluarga, seperti kasih sayang, ungkapan sedih dan gembira, semuanya dapat dirasakan bersama-sama.

2.      Pranata Agama
Agama tidak hanya dihubungkan dengan pengertian kelima agama seperti yang diakui di Indonesia, tetapi lebih luas. Oleh karena itu istilah agama diartikan sebagai suatu prinsip kepercayaan kepada Tuhan, dewa, atau zat yang transcendental dengan ajaran peribadatan atau kebaktian dan kewajiban lainnya yang berhubungan dengan prinsip kepercayaan itu. Dengan demikian, istilah agama akan lebih tepat diganti dengan religi. Selanjutnya pranata akan lebih tepat jika diterjemahkan dengan istilah pranata religi.
Religi dapat diartikan sebagai sebuah system yang terpadu antara keyakinan dengan praktik keagamaan yang berhubungan dengan hal-hal yang suci dan tidak terjangkau oleh akal. ada dua unsur dalam pranata agama atau religi sebagai berikut:
a.       Imanen, yaitu segala sesuatu berhubungan dengan dunia ini, dan berada di dunia ini pula.
b.      Transendental, yaitu segala sesuatu yang berada diluar jangkauan pengindraan manusia.

Kedua hal tersebut dalam kehidupan beragama dijabarkan dalam bentuk praktik ritual peribadatan (transenden), dan tata cara menjalin hubungan dengan makhluk hidup lainnya (imanen).

Menurut Horton dan Hunt (1987) mengemukakan bahwa fungsi agama dapat dibedakan atas fungsi yabg bersifat manifes dan laten.
1)      Fungsi manifes (nyata)
§  Membujuk manusia agar melaksanakan ritus agama
§  Bersama-sama menerapkan ajaran agama
§  Menjalankan kegiatan yang diperkenankan agama

2)      Fungsi laten
§  Menawarkan kehangatan beergaul
§  Meningkatkan mobilitas sosial
§  Mendorong terciptanya beberapa bentuk stratifikasi sosial
§  Mengembangkan seperangkat nilai ekonomi

3. Pranata Ekonomi 
Pranata ekonomi adalah pranata sosial yang menangani masalah kesejahteraan materiil, yang mengatur kegiatan atau cara berproduksi, distribusi, dan pemakaian (konsumsi) barang dan jasa yang diperlukan bagi kelangsungan hidup masyarakat agar semua lapisan masyarakat mendapatkan bagian yang semestinya. Atas dasar perhatian itu, pembahasan mengenai pranata ekonomi tidak dapat lepas dari tiga kegiatan pokok dalam bidang ekonomi, yaitu kegiatan produksi, distribusi, dan konsumsi.
Pranata ekonomi mempunyai beberapa fungsi dalam pemenuhan individu dan masyarakat yaitu sebagai berikut:

1)      Pengaturan produksi barang dan jasa
Setiap proses produksi tidak selalu menghasilkan barang. Beberapa proses produksi menghasilkan jasa misalnya perbankan, periklanan, pengangkutan, dan komunikasi. Kegitan tersebut memerlukan organisasi karena organisasi berguna untuk mengatur kerja sama antara faktor-faktor produksi dalam mencapai tujuan. Kemempuan untuk menjalankan organisasi dapat menentukan tingkat optimalisasi produksi.

2)      Fungsi distribusi barang dan jasa
  Usaha pendistribusian barang dan jasa secara keseluruhan diatur oleh suatu system norma yang harus ditaati oleh pihak produsen maupun konsumen. Jika masing-masing pihak menjalankan semua norma yang ada, niscaya akan dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya dalam lingkungan masyarakat.

3)      Fungsi konsumsi barang dan jasa
Suatu kehidupan dikatakan layak jika kebutuhan akan barang dan jasa dapat terpenuhi. Hidup layak dapat berlangsung pada tiga faktor, yaitu pendapatan, tersedianya barang dan jasa, serta tingkat harga barang dan jasa.
Kenyataan hidup menunjukkan bahwa kebutuhan dan penghasilan merupakan dua hal yang bertentangan. Kebutuhan manusia tidak terbatas, sedangkan penghasilan manusia terbatas. Keadaan seperti ini mengharuskan manusia untuk mengatur hidupnya dalam hal pemenuhan kebutuhan. Untuk mencapai pemenuhan kebutuhan hidup itu manusia menyesuaikan penghasilan dengan norma-norma hidup yang berlaku di masyarakat.

4.      Pranata Pendidikan
Pendidikan adalah proses membimbing manusia dari kegelapan kebodohan menuju kecerahan pengetahuan atau dari tidak tahu menjadi tahu. Dalam arti luas, pendidikan formal maupun informal, meliputi segala hal yang memperluas pengetahuan manusia tentang dirinya sendiri dan tentang dunia mereka. pranata pendidikan menangani masalah proses sosialisasi yang intinya mengantarkan seseorang kepada suatu kebudayaan. 
Di masyarakat berkembang suatu anggapan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka akan semakin besar peluang seseorang untuk memperoleh pekerjaan dan memperoleh penghasilan yang besar. Semakin tinggi pendidikan yang dimiliki seseorang juga akan memudahkan seseorang untuk melakukan mobilitas social vertical. Adanya motivasi tersebut, menyebabkan sekolah atau pendidikan dianggap sebagai tempat yang berfungsi untuk mengembangkan bakat yang dimiliki oleh seseorang. Bakat yang dikembangkan tersebut akan dapat digunakan sebagai bekal untuk mengatasi berbagai tantangan dalam kehidupan. Pranata pendidikan mengajarkan berbagai macam pengetahuan dan keterampilan yang dapat digunakan dalam pendidikan, selain itu, pranata pendidikan juga membantu pola-pola sikap seseorang agar prilakunya tidak menyimpang dari norma-norma yang berlaku.
Berdasarkan uraian tersebut, maka pranata pendidikan mempunyai fungsi sebagai berikut:
a)      Mempersiapkan seseorang untuk dapat mencari pekerjaan.
b)      Mengembangkan bakat seseorang.
c)      Sebagai tempat terjadinya sosialisasi kebudayaan kepada warga masyarakat.
5.      Pranata Politik
Menurut Prof. Dr.J.W. Schoerl, yang dimaksud dengan lembaga politik adalah peraturan-peraturan untuk memelihara tata tertib, untuk mendamaikan pertentangan-pertentangan, dan untuk memilih pemimpin yang berwibawa. Menurut Kornblum, pranata politik merupakan perangkat norma dan status yang mengkhususkan diri pada pelaksanaan kekuasaan dan wewenang. Dengan demikian, pranata politik akan meliputi eksekutif, yudikatif, dan legislatif, keamanan nasional (militer), dan partai politik. Fungsi lembaga politik yang merupakan wujud nyata pelaksanaan pranata politik adalah dengan:
a)      Melaksanakan undang-undang yang telah disahkan.
b)      Melembagakan norma melalui undang-undang yang dibuat oleh lembaga legslatif.
c)      Menyelesaikan masalah yang terjadi di antara para warga masyarakat.
d)     Menyelenggarakan pelayanan social, seperti pelayanan kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan.
e)      Mlindungi para warga masyarakat atau warga negara dari serangan bangsa lain.
f)       Mewaspadai dan selalu siaga terhadap bahya-bahaya yang mengancam.Bottom of Form

E.     Pengertian Penyimpangan Sosial
Beberapa ahli mendefinisikan yang berbeda beda tentang pengertian  prilaku menyimpang. Berikut kami kemukakan pengertian penyimpangan menurut ketiga ahli:[1]
1.      Menurut Robert MZ. Lawang penyimpangan merupakan tindakan yang menyimpang dari norma-norma yang berlaku dalam suatu sistem sosial dan menimbulkan usaha dari pihak berwenang untuk memperbaiki perilaku yang menyimpang tersebut.
2.      Menurut Van der Zenden penyimpangan merupakan perilaku yang oleh sejumlah besar orang dianggap sebagai hal yang tercela dan di luar batas toleransi.
3.      Menurut Gillin penyimpangan sebagai perilaku yang menyimpang dari norma dan serta nilai sosial keluarga dan masyarakat yang menjadi penyebab memudarnya ikatan atau solidaritas kelompok.

Dengan demikian kami dapat menyimpulkan bahwa penyimpangan sosial merupakan prilaku atau tindakan yang tidak sesuai dengan norma dan dan nilai dalam suatu masyarakat sehinggga tindakan tidak sesuai tersebut oleh sejumlah orang dianggap tercela.

F.     Bentuk-bentuk Penyimpangan Sosial
Bentuk-bentuk perilaku yang dianggap tidak baik oleh masyarakat merupakan pencerminan perilaku yang menyimpang dan merupakan bentuk penyimpangan sosial. Adapun secara umum bentuk-bentuk penyimpangan sosial dapat dibedakan sebagai berikut:[2]

1.      Penyimpangan primer
Penyimpangan primer adalah adalah penyimpangan sosial yang bersifat temporer atau sementara dan hanya menguasai sebagian kecil kehidupan seseorang. Adapun ciri-ciri penyimpangan primer adalah:
a)      Bersifat sementara.
b)      Gaya hidupnya tidak didominasi oleh perilaku menyimpang.
c)      Masyarakat masih mentolerir/menerima.
Contoh penyimpangan primer adalah siswa tidak mengenakan seragam lengkap saat upacara, siswa tidak mengerjakan tugas dan sebagainya.

2.      Penyimpangan sekunder
Penyimpangan sekunder adalah perbuatan yang dilakukan secara khas memperlihatkan perilaku menyimpang dan secara umum dikenal sebagai orang yang menyimpang, karena sering melakukan tindakan yang meresahkan orang lain. Adapun ciri-ciri penyimpangan sekunder adalah:
a)      Gaya hidupnya di dominasi oleh perilaku menyimpang.
b)      Masyarakat tidak bisa mentolelir perilaku tersebut.

Contoh penyimpangan sekunder adalah semua bentuk tindakan kriminalitas, seperti curanmor, perampokan, pembunuhan dan sebagainya.


3.      Penyimpangan individu
Penyimpangan individu adalah penyimpangan yang dilakukan oleh seseorang yang menentang atau menolak nilai dan norma sosial yang berlaku dalam kehidupan masyarakat umum. Penyimpangan individual dapat terjadi karena faktor ketidaksengajaan atau kelalaian, tetapi dapat juga karena seseorang memiliki karakter bawaan yang bersifat penentang (antagonis). Schopenhauer (1788-1860) seorang filsuf Jerman, berpendapat bahwa setiap bayi yang lahir itu memiliki sifat bawaan tertentu.
Penganut ajaran Schopenhauer memiliki pandangan bahwa lingkungan sekitarnya tidak ada artinya, sebab lingkungan tidak akan berdaya dalam mempengaruhi perkembangan seseorang. Dijelaskan pula bahwa meskipun seseorang dididik dengan sistem dan lingkungan yang sedemikian baiknya, namun jika bawaan sejak lahirnya buruk, ia akan senantiasa melakukan penyimpangan. Seseorang yang senantiasa berperangai buruk akan mendapat predikat pembandel, pembangkang atau penjahat.

4.      Penyimpangan kelompok
Penyimpangan kelompok adalah penyimpangan yang dilakukan oleh lebih dari satu orang atau berkolompok. Perilaku mereka bertentangan dengan nilai dan norma sosial yang berlaku dalam kehidupan masyarakat umum.
Perilaku menyimpang kelompok ini, sebagai contoh dapat terlihat pada kasus perkelahian pemuda atau palajar secara massal (tawuran pelajar). Para pelaku penyimpangan sosial ini tampak sangat beringas atau berani ketika tampil secara bersama-sama dengan jumlah banyak.

5.      Penyimpangan campuran antara individual dengan kelompok
Penyimpangan campuran antara individual dengan kelompok adalah penyimpangan sosial yang semula dilakukan oleh seseorang, kemudian seseorang tersebut mampu mempengaruhi orang lain dalam skala yang lebih besar, secara bersama-sama atau kelompok untuk menentang atau menolak nilai dan norma sosial yang berlaku dalam kehidupan masyarakat umum. Misalnya perampokan yang dilakukan secara berkelompok dengan pimpinan satu orang. Disini, keterampilan individu untuk mengembangkan dan mengorganisasi penyimpangan massal sangatlah besar.

G.    Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terbentuknya Perilaku Menyimpang
Sebab-sebab terentuknya perilaku menyimpang ialah sebagai berikut:[3]
1.      Keluarga yang broken home
Retaknya hubungan keluarga menyebabkan anggota keluarga mencari kesenangan di luar rumah karena kebutuhan baik jasmani maupun rohaninya tidak bisa terpenuhi dalam keluarga. Misalnya kenakalan remaja yang disebabkan rumah rangga orang tua yang tidak harmonis.

2.      Pelampiasan rasa kecewa
Seseorang yang mengalami kekecawaan sering melampiaskan kekecewaannya dengan melakukan hal-hal yang menyimpang, misalnya melampiaskan ke narkoba, berjudi dan sebagainya.

3.      Keinginan untuk dipuji
Kehidupan masyarakat modern cenderung menonjolkan penampilan fisik sebagai ukuran keberhasilan seseorang. Banyak orang ingin berpenampilan mewah, akan tetapi tanpa didukung kemauan bekerja keras. Oleh karena itulah banyak orang sering memilih jalan pintas dengan melakukan tindak kriminal untuk memperoleh kekayaan secara cepat demi memenuhi tuntutan penampilannya. Misalnya pejabat melakukan korupsi untuk meningkatkan pendapatnya, seseorang melakukan pencurian ataupun perampokan untuk memperoleh kekayaan.

4.      Dorongan kebutuhan ekonomi
Karena terdesak masalah ekonomi, seseorang bisa melakukan kejahatan. Misalnya perampokan dengan dalih memerlukan uang untuk biaya hidup, menjadi PSK karena didesak kebutuhan ekonomi, dan sebagainya.

5.      Pengaruh lingkungan dan media massa
Banyak orang melakukan tindakan menyimpang karena meniru apa yang ia lihat di media massa. Misalnya melakukan tindakan asusila karena pengaruh tontonan VCD porno.


6.      Ketidaksanggupan menyerap norma budaya
Seseorang yang menjalani proses sosialisasi yang tidak sempurna menyebabkan ia tidak sanggup menjalankan perannya sesuai dengan perilaku yang diharapkan oleh masyarakat. Misalnya anak dari keluarga broken home yang tumbuh menjadi anak nakal.

7.      Adanya ikatan sosial yang berlainan
Seseorang yang bermasyarakat dengan kelompok-kelompok akan cenderung mengidentifikasikan dirinya dengan kelompok yang paling ia hargai dan akan lebih senang bergaul dengan kelompoknya saja daripada dengan kelompok lainnya. Jika kelompok yang ia ikuti ternyata menyimpang, maka ia pun akan menjadi pelaku penyimpangan sosial.

8.      Akibat proses sosialisasi nilai-nilai subkebudayaan menyimpang
Nilai subkebudayaan menyimpang adalah kebudayaan khusus yang normanya bertentangan dengan norma budaya yang umum. Misalnya dalam lingkungan kelompok berjudi, berjudi dianggap sebagai hal yang wajar.

9.      Akibat kegagalan dalam proses sosialisasi
Proses sosialisasi dikatakan tidak berhasil apabila individu tersebut tidak mampu mendalami norma-norma masyarakat. Misalnya jika keluarga tidak berhasil mendidik para anggotanya maka yang terjadi adalah penyimpangan perilaku.

10.  Sikap mental yang tidak sehat
Adanya sikap mental yang tidak sehat menyebabkan pelaku menyimpang tidak terasa bersalah dengan apa yang ia lakukan. Misalnya yang dialami oleh orang yang menjadi PSK.










H.    Teori-teori Penyimpangan Sosial
Teori-teori yang yang menguraikan tentang penyebab terjadinya perilaku menyimpang menurut pendapat para ahli sosiologi antara lain:[4]

1.      Teori pergaulan berbeda (teori differential assoction), oleh Edwin H. Sutherland.
E. H. Sutherland mengemukakan bahwa penyimpangan bersumber pada pergaulan yang berbeda. Misalnya menjadi pemakai narkoba karena bergaul dengan pecandu narkoba.

2.      Teori Labelling (pemberian julukan), oleh Edwin M. Lemert.
E. M. Lemert mengemukakan bahwa seseorang telah melakukan penyimpangan pada tahap primer, tetapi masyarakat kemudian menjuluki sebagai pelaku menyimpang, sehingga pelaku meneruskan perilaku penyimpangannya dengan alasan kepalang basah. Misalnya seorang baru mencuri pertama kali lalu masyarakat menjulukinya sebagai pencuri, meskipun sebenarnya sudah tidak lagi mencuri, akibatnya karena selalu dijuluki pencuri, maka ia pun terus melakukan penyimpangannya.

3.      Teori fungsi, oleh Emile Durkheim.
Emile Durkheim mengemukakan bahwa tercapinya kesadaran moral dari semua anggota masyarakat  karena faktor keturunan, perbedaan lingkungan fisik, dan lingkungan sosial. Ia menegaskan bahwa kejahatan itu akan selalu ada, sebab orang yang berwatak jahat pun akan selalu ada. Menurut Emile Durkheim kejahatan diperlukan agar hukum dapat berkembang secara normal.

I.       Dampak Perilaku Penyimpangan Sosial
Perilaku penyimpangan sosial membawa dampak secara langsung sebagai berikut:[5]
1.      Dampak psikologis
Dampak psikologis antara lain berupa penderitaan yang bersifat kejiwaan dan perasaan terhadap pelaku penyimpangan sosial, seperti dikucilkan dalam kehidupan bermasyarkat atau dijauhi dalam pergaulan.

2.      Dampak sosial
a)      Mengganggu keamanan dan ketertiban lingkungan sosial.
b)      Menimbulakn beban sosial, psikologis, dan ekonomi bagi keluarga.
c)      Menghancurkan masa depan pelaku penyimpangan sosial dan keluarganya.

3.      Dampak moral (Agama)
a)      Merupakan bentuk perbuatan dosa yang dapat mencelakakan dirinya sendiri (si pelaku penyimpangan sosial) dan orang lain.
b)      Merusak akal sehat sehingga dapat mengganggu ketentraman beribadah.
c)      Merusak akidah (keyakinan dasar), keimanan, dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

4.      Dampak budaya
a)      Menimbulkan drug subculture yang dapat mencemari nilai-nilai budaya bangsa.
b)      Merupakan bentuk pemenuhan dorongan nafsu sepuas-puasnya atau konsumsi hendonis.
c)      Merusak tatanan nilai, norma, dan moral masyarakat bangsa.
d)     Merusak pranata (lembaga masyarakat), lembaga budaya bangsa, dan unsur-unsur lain yang mengatur perilaku seseorang di lingkungan masyarakat.

J.      Upaya Pencegahan Penyimpangan Sosial
Ada pepatah yang mengatakan bahwa mencegah lebih baik daripada mengobati. Demikian halnya dengang menghadapi begitu banyaknya kasus penyimpangan sosial yang terjadi di tengah masyarakat, perlu adanya pencegahan semenjak dini. Upaya pencegahan tersebut dapat dilakukan dengan beberapa langkah sebagai berikut:[6]

1.      Upaya pencegahan penyimpangan sosial dalam keluarga
Keluarga merupakan tempat awal seseorang menyerap nilai-nilai dan norma sosial. Melalui kepribadian keluargalah kepribadian seseorang terbentuk. Segala bentuk perilaku yang dilakukan seseorang erat kaitannya dengan sikap mental kepribadiannya. Keluarga sebagai peletak dasar terbentuknya kerpibadian seseorang sangat berperan besar dalam menciptakan suasana yang kondusif bagi usaha pencegahan terhadap segala bentuk perilaku menyimpang. Adapun bentuk bentuk pencegahan penyimpangan sosial dalam keluarga antara lain:
a)      Melalui menanaman nilai-nilai dan norma agama.
b)      Menciptakan hubungan yang harmonis dalam keluarga.
c)      Keteladanan orang tua

2.      Upaya pencegahan penyimpangan sosial dalam masyarakat
Pada hakikatnya manusia adalah makhluk sosial yang tidak terlepas dn bahkan saling tergantung pada lingkungan sosialnya. Jika dalam kehidupan masyarakat, perilaku menyimpang dianggap hal yang wajar, maka akan bermunculanlah pelaku-pelaku penyimpangan sosial. Untuk membentuk suatu masyarakat yang teratur, selain dibutuhkan kesadaran dari masing-masing warga,  juga diperlukan adanya kontrol sosial dari masyarakat. Oleh karena itu masyarakat sebagai suatu kesatuan sosial perlu melakukan upaya pencegahan terhedap penyimpangan sosial dalam bentuk:
a)      Melalui pertemuan dalam lingkup RT para warga saling mengungkapkan perlunya menjaga keteraturan sosial dan melakukan peringatan jika ada hal-hal yang dianggap menyimpang.
b)      Menciptakan suasana yang kondusif bagi terbentuknya keteraturan sosial. Misalnya mewadahi kegiatan remaja melalui kegiatan karang taruna dengan arah dan tujuan yang positif.
c)      Memasang peringatan atau ajakan agar warga selalu tetap menjaga keteraturan sosial, misalnya diberlakukannya aturan bagi setiap tamu yang bermalam harus melapor ke RT.
d)     Peran serta media massa untuk menyiarkan hal-hal yang seharusnya dilakukan oleh masyarakat dan hal-hal yang seharusnya dihindari, karena kadangkala masyarakat menganggap apa yang dilakukan sudah benar, padahal sebenarnya tidak demikian.
e)      Peran serta kaum pemuka agama untuk menanamkan kesadaran kepada para pengikutnya agar menjalankan ajaran sesuai dengan nilai dan norma agama dalam kehidupan sehari-hari. Jangan sampai agama justru dikorbankan sebagai kedok untuk menyembunyikan penyimpangan sosial.
f)       Peran serta sekolah sebagai institusi pendidikan untuk menerapkan tata tertib dilengkapi sanksi dan tindakan tegas bagi siswa yang melanggarnya.
K.    Upaya Pengendalian Penyimpangan Sosial
Terjadinya penyimpangan sosial di tengah kehidupan masyarakat dapat berpengaruh terhadap keteraturan sosial. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya pengendalian penyimpangan sosial seperti berikut:[7]

1.      Pengendalian Sosial Menurut Tujuannya
Jika dklasifikasikan menurut tujuannya, pengendalian sosial dapat dibedakan menjadi tiga, yakni tujuan kreatif, regulatif, dan eksploratif.
a)      Tujuan kreatif atau konstruktif
Suatu bentuk pengendalian sosial dikategorikan bertujuan kreatif apabila pengendalian sosial tersebut diarahkan pada perubahan sosial yang dianggap bermanfaat. Penerapan wajib belajar 9 tahun yang dicanangkan pemerintah merupakan salah satu contoh pengendalian sosial yang merupakan salah satu contohnya. Mengapa demikian? Karena jika setiap penduduk menaati aturan tersebut, maka bukan saja pemerintah saja yang beruntung karena memiliki SDM yang berpendidikan, akan tetapi bagi individu memiliki bekal untuk dapat memperoleh peluang bekerja yang lebih baik dibanding dengan orang yang tidak memiliki pendidikan sama sekali.
b)      Tujuan regulatif
Pengendalian sosial ini dilandaskan pada kebiasaan atau adat istiadat. Misalnya pemerintah kabupaten mencanangkan wajib jam belajar dari jam 18.00 sampai jam 21.00 bagi setiap penduduk. Hal ini bertujuan agar warga memiliki kebiasaan yang baik, yakni memanfaatkan waktu luang sebelum tidur untuk belajar.
c)      Tujuan eksploratif
Pengendalian sosial eksploratif apabila pengendalian tersebut dimotivasikan oleh kepentingan diri, baik secara langsung maupun tidak. Penerapan tata tertib di sekolah merupakan salah satu contoh pengendalian sosial yang bertujuan eksplorarif, karena tata tertib disusun dengan tujuan meningkatkan motivasi siswa dalam mempersiapkan diri sebagai generasi muda yang berkualitas.




2.      Pengendalian Sosial Menurut Pelaksanaannya
Macam-macam teknik pengendalian sosial jika ditinjau dari aspek pelaksaannya, dapat dilakukan dengan cara seperti di bawah ini:[8]
a)      Cara kompulasi (compulation)
Pengendalian sosial semacam ini dilakukan dengna menciptakan suatu situasi yang dapat mengubah perilaku negatif. Misalnya ada siswa yang enggan memakai dasi, maka setiap menemui siswa yang tidak berdasi ditegur dan dijelaskan pentingnya berdasi.
b)      Cara pervasi (pervation)
Pengendalian secara pervasi dilakukan dengan menyampaikan norma/nilai tersebut melekat dalam jiwa seseorang, sehingga akan terbentuk sikap seperti apa yang diharapkan.
c)      Cara persuasif/tanpa kekerasan
Pengendalian sosial ini lebih menekankan pada usaha untuk mengajak atau membimbing berupa anjuran agar berprilaku sesuai norma yang ada.
d)      Cara coercive atau cara kekerasan/paksaan
Pengendalian coercive dilakukan dengan kekerasan jika cara persuasif tidak berhasil.

L.     Peran Lembaga Sosial dalam Mengendalikan Perilaku Penyimpang
Menurut Gillin dan Gillin suatu lembaga sosial adalah organisasi pola-pola pemikiran dan pola-pola prilaku yang terwujud melalui aktivitas kemasyarakatan dan hasil-hasilnya. Lembaga sosial dianggap sebagai peraturan apabila organisasi pola-pola pemikiran dan prilaku tersebut membatasi serta mengatur prilaku orang, terutama terhadap prilaku menyimpang. Berikut ini peran beberapa bentuk lembaga sosial dalam mengendalikan prilaku menyimpang, yaitu polisi, pengadilan, adat istiadat, dan tokoh masyarakat.

1.      Polisi
Polisi sebagai aparat keamanan mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya mengendalikan prilaku menyimpang warga masyarakatnnya. Sesuai dengan status dan kewenangannya, polisi dapat bertindak untuk mencegah dan mengatasi prilaku menyimpang warga masyarakat yang melakukan tindak pidana.

2.      Pengadilan
Pengadilan adalah pengendalian terakhir yang ditempuh apabila di masyarakat
Terdapat penyimpangan yang dianggap telah merugikan masyarakat. Pengadilan akan memutuskan seseorang yang melakukanpenyimpangan berupa hukuman atau denda yang berat atau sesuai dengan kadar perbuatannya.

3.      Adat istiadat
Adat istiadat mengatur pengendalian sosial di masyarakat melalui sanksi terhdap para pelanggarnya. Oleh karena itu, adat merupakan alat pengendali sosial agar setiap warga masyarakat berusaha untuk menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan yang tidak sesuai atau dilarang oleh hukum adat. Di kota besar adat istiadat kurang berperan dalam mengendalikan prilaku menyimpang. Akan tetapi di masyarakat pedesaan yang masih bersifat tradisional, adat istiadat sangat berperan aktif dalam mengatur prilaku masyarakat.

4.      Tokoh masyarakat
Tokoh masyarakat adalah orang yang mempunyai kelebihan pengaruh, atau wibawa sehingga disegani dan dihormati oleh anggotannya. Oleh karena kelebihannya itu, tokoh masyarakat dapat dijadikan sebagai pemimpin atau panutan, baik formal maupun nonformal. Dengan demikian tokoh masyarakat mempunyai peran penting dalam mengendalikan prilaku warga masyarakat yang menyimpang melalui teguran, nasihat, atau sanksi.











BAB III
KESIMPULAN



Pranata sosial adalah sistem norma yang mengatur segala tindakan manusia dalam memenuhi kebutuhan pokok dalam hidup bermasyarakat. Wujud konkrit dari pranata sosial adalah lembaga sosial. Menurut Gillin dan Gillin, pranata sosial dapat dikelompokkan berdasarkan perkembangannya, sistem nilai yang diterima oleh masyarakat, penerimaan masyarakat, penyebarannya, dan fungsinya.
Macam-macam pranata sosial yaitu pranata keluarga, pranata pendidikan, pranata ekonomi, pranata agama, dan pranata politik di mana masing-masing pranata tersebut mempunyai perannya sendiri. Peran lembaga sosial dalam mengendalikan prilaku menyimpang yaitu dengan mencegah, membatasi, serta mengatur prilaku masyarakat agar tidak terjadi penyimpangan. Adapun bentuk lembaga sosial dalam mengendalikan prilaku menyimpang yaitu polisi, pengadilan, adat istiadat, dan tokoh masyarakat.

Setiap individu, keluarga, masyarakat dituntut untuk bersosialisasi, berinteraksi, berbudaya, dan bernegara yang sewajarnya dalam rangka mencari suatu lingkungan yang tentram di sekitarnya. Hal ini sesuai dengan nilai demokrasi yang sudah marak dipraktikan, bahwa manusia selalu mendambakan kebebasan pribadi, kebebasan berpendapat, beragama, berserikat dan sebagainya. Akan tetapi, apabila kebebasan itu dinodai oleh perilaku yang bertentangan dengan nilai dan norma sosial, maka akan menimbulkan suatu permasalahan lain yakni penyimpangan sosial.















Daftar Pustaka




Damanik, Fritz H.S.2009. Fokus Sosiologi: siap ujian nasional untuk SMA/MA.Jakarta:
Erlangga.
Cahyaningsih, Sri Tutik & Wahyu Adji.2007. Ilmu Pengetahuan Sosial:Sosiologi 2 untuk SMP/MTs Kelas VIII.Semarang: Aneka Ilmu.
Soekanto,Soerjono.1987. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta:Rajawali Pers.
Sudarmi, Sri & Waluyo.2008.Galeri Pengetahuan Sosial Terpadu untuk SMP/MTs
Kelas VII.Surakarta: CV Putra Nugraha.
Sulistyo, Hasan Budi & Suprobo, Bambang.2007.IPS Terpadu untuk Kelas VII.
Jakarta:Erlangga.




















PRATANA DAN PENYIMPANGAN SOSIAL
MAKALAH

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Terstruktur
Mata Kuliah Kapita Selekta Pend. IPS
Dosen Pengampu : Dra. Etty Rahmawati, M.Pd



Disusun oleh
Arif Abdul Rohman
Halimatusa’diyah
Yohan Ardiansyah



PROGRAM STUDI T.IPS SEMESTER 4
FAKULTAS TARBIYAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SYEKH NURJATI
CIREBON
2013





 

KATA PENGANTAR


Assalamualaikum wr.wb.
Puji dan syukur seyogyanya kita panjatkan kehadirat Allah Swt. Meskipun ditengah rutinitas yang sering kali melelahkan, makalah “Pranata dan Penyimpangan Sosial” dapat kami selesaikan tepat pada waktunya dalam rangka memenuhi tugas terstruktur mata kuliah Kapita Selekta Pendidikan IPS.
Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Etty Rahmawari, M.Pd selaku dosen pengampu yang telah membantu kami secara moril. Semoga makalah ini bermanfaat baik bagi kami selaku penyusun maupun bagi pembaca, serta bagi pengembangan khasanah ilmu tersebut.
Kami sangat menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu betapapun kecilnya hikmah yang terkandung, kami berharap dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya dalam meningkatkan pengetahuan IPS. Demi perbaikan di kemudian hari, kritik dan saran dari semua pihak akan kami terima dengan senang hati.

                              
                                                                                             Cirebon, Maret 2013
                                                                                                 

                                                                                  Penyusun








i
 
 

DAFTAR ISI



Kata Pengantar.............................................................................................. i
Daftar isi........................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................ 1
A.    Latar Belakang................................................................................... 1
B.     Rumusan Masalah............................................................................... 1
C.     Tujuan Penulisan................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN............................................................................. 3
A.    Pengertian Pranata Sosial................................................................... 3
B.     Ciri Pranata Sosial.............................................................................. 4
C.     Fungsi Pranata Sosial.......................................................................... 6
D.    Macam-macam Pranata Sosial............................................................ 6
E.     Pengertian Penyimpangan Sosial...................................................... 11
F.      Bentuk-bentuk Penyimpangan Sosial............................................... 14
G.    Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terbentuknya
Perilaku Menyimpang....................................................................... 16
H.    Teori-teori Penyimpangan Sosial...................................................... 16
I.       Dampak Perilaku Penyimpangan Sosial............................................. 5
J.       Upaya Penjegahan Penyimpangan Sosial......................................... 17
K.    Upaya Pengendalian Penyimpangan Sosial...................................... 19
L.     Peran Lembaga Sosial dalam Mengendalikan Perilaku
Menyimpang..................................................................................... 20

BAB III KESIMPULAN........................................................................... 22
Daftar Pustaka............................................................................................ 23



ii
 
 


[1] Sri Sudarni & Waluyo.Galeri Pengetahuan Sosial Terpadu.Jakarta:CV Putra Nugraha.2008.Hlm141
[2] Ibid.hlm 141
[3] Ibid.hlm 143
[4] Ibidl.hlm 144
[5] Hasan Budi S & Bambang S.IPS Terpadu untuk SMP Kelas VII.Jakarta:Erlangga.2007.hlm 183
[6] Op.cit. Sri Sudani & Waluyo.hlm 146
[7] Ibid.hlm 271
[8] Ibid.hlm 272